Guru Besar UI Desak Dugaan Kecurangan Pilpres Segera Diusut, Sentil Bansos

Senin 19-02-2024,11:38 WIB
Reporter : Candra Pratama
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Lili Romli mendesak agar dugaan pelanggaran atau kecurangan harus segera ditindaklanjuti dan diselesaikan.

 

Kecurangan harus dibawa ke Bawaslu maupun di Mahkamah Konstitusi (MK)

 

"Karena bagaimana pun membawa persoalan. Gibran itu kan bisa mencalonkan karena ada putusan kontroversial dari Mahkamah Konstitusi yang merubah syarat capres dan cawapres," ujarnya saat dihubungi Disway.id via telepon, Minggu 18 Februari 2024.

 

Dia berharap, jika Presiden yang terpilih nanti harus menepati semua janji kampanyenya. "Jangan sekedar gimmick, itu harus dilaksanakan," harapnya.

 

"Cukup sudah ketika zaman Pak jokowi banyak begitu janji. Banyak juga yang tidak terlaksana, ini jangan sampai terulang," imbuhnya.

BACA JUGA:Tersandung Kasus 'Polisi Tak Netral', Aiman Witjaksono Mengaku Kini Kembali Menjadi Wartawan Usai Pilpres 2024

 

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menambahkan, pada zaman Jokowi terjadi sebuah kesenjangan yang cukup lebar. Indeks gini mencapai 3,4% sehingga kemudian bantuan sosial (bansos) terus dilestarikan. 

 

"Padahal itukan bansos sebenarnya intervensi sementara untuk mereka yang terpuruk akibat dampak krisis, covid," tambahnya.

 

Menurutnya, mereka ini jangan diberikan bansos. Tetapi diberikan lapangan pekerjaan, supaya pendapatannya naik, sehingga kesenjangan sosial tidak melebar.

 

"Nah rakyat perlu mengontrol, dan mengawasi jalannya pemerintahan itu, jangan dibiarkan janji-janji manis yang sudah dikemukakan terulang kembali,"pungkasnya.

 

BACA JUGA:Tom Lembong Optimis Pilpres 2024 Berlangsung 2 Putaran: Tabulasi Volume Pelanggaran Melampaui Margin Kemenangan

 

Dia mengharapkan agar presiden yang terpilih di tahun ini dapat kembali memperkuat demokrasi.

 

Prof Lili menegaskan, demokrasi yang dimaksud adalah seperti kebebasan berekspresi dan berpendapat. Jangan membuat demokrasi itu sendiri makin terpuruk dan mati di Indonesia. 

 

"Maka dari itu, pasal-pasal yang sering digunakan untuk membungkam kebebasan khususnya UUD ITE jangan lagi digunakan, kalau perlu direvisi," ujarnya.

 

Lebih lanjut. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menyebut, terdapat pasal-pasal yang merenggut kebebasan seseorang dalam berekspresi yang tertuang di Undang-Undang KUHP

 

"Begitupun pasal pasal-pasal di Undang-Undang KUHP yang akan diberlakukan pada tahun 2026, itukan banyak pasal-pasal yang bisa menjerat dan membelenggu kebebasan berekspresi serta berpendapat," imbuhnya.

 

Dia juga menambahkan, jika nantinya Prabowo-Gibran yang akan memenangi pilpres.

 

Jangan merangkul semua kekuatan, karena itu tidak baik. Perlu adanya kekuatan penyeimbang di tengah parlemen. 

 

"Misal ada kekuatan oposisi sehingga bisa melakukan kontrol dan pengawasan terhadap jalannya Pemerintahan," tambahnya.

 

Hal tersebut sudah terlebih dahulu dilakukan saat masa pemerintahan Jokowi pada periode kedua.

 

Menurutnya, Jokowi hampir 80% merangkul semua kekuatan. Hanya tersisa 2 partai politik. Yaitu Demokrat dan PKS 

 

"Itu membuat parlemen lumpuh, tidak melakukan kontrol dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan," kata Lili.

 

"Saya kira tidak baik lah bagi penguatan demokrasi ketika semua kekuatan itu dirangkul. check and balances. Tidak akan berjalan," katanya.

Kategori :