"Jika prosesnya penuh intimidasi apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika atau politisi bansos, intervensi kekuasaan maka tidak dianggap serta merta pemilu selesai saat pemilu sudah berakhir jadwalnya," kata Luluk.
Sebagai pelaku sejarah gerakan reformasi '98, Luluk menilai Pemilu tahun ini merupakan pesta demokrasi paling brutal dan menyakitkan.
"Sepanjang pemilu yang saya ikuti semenjak 99, saya belum pernah melihat ada sebuah proses pemilu yang sebrutal dan semenyakitkan ini," tegasnya.
"Dimana etika dan moral politik berada di titik minus, tidak bisa dikatakan di titik nol. Ketika akademisi, para budayawan, profesional, para mahasiswa, bahkan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan," sambungnya.
BACA JUGA:TPN Berharap Rapat Paripurna DPR Jadi Langkah Awal Untuk Ajukan Hak Angket
Luluk menyampaikan, sangat naif jika DPR RI kekinian tak menggunakan hak angket mengusut dugaan kecurangan yang terjadi di Pemilu 2024.
"Maka saya kira, alangkah naifnya bila lembaga dewan perwakilan rakyat hanya diam saja dan membiarkan seolah-sekolah tidak terjadi sesuatu," kata Luluk.
"Tanggung jawab moral dan politik kita hari ini adalah mendengarkan suara yang sudah diteriakkan ataupun suara yang tak sanggup disuarakan," ungkapnya.