Bertepatan dengan World's NTDs Day yang tahun ini jatuh pada tanggal 28 Januari, Prof. Sri mengangkat topik kusta atau lepra sebagai salah satu PTT yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
Sejalan dengan tema Hari Kusta tahun 2024 yang dicanangkan WHO yaitu “Beat Leprosy: Ending Stigma, Embracing Dignity” Indonesia menetapkan target nihil kusta pada tahun 2030. Pada 2023, Kementerian Kesehatan RI melaporkan tujuh provinsi di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
“Kendala dalam pencapaian eliminasi cukup banyak, salah satunya adanya stigma kusta, baik stigma diri maupun stigma sosial. Stigma dan diskriminasi terhadap kusta menyebabkan para penyandangnya tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah, tidak mampu bekerja, atau tidak mendapatkan pekerjaan dan terlambat mendapat pengobatan sehingga memungkinkan terjadinya cacat dan disabilitas. Hal ini membuat mereka terjerat masalah ekonomi sehingga tidak mampu pergi ke layanan kesehatan, tidak mendapat obat, dan penularan akan terus berlangsung,” kata Prof. Sri.
Untuk menyelesaikan hambatan tersebut, diperlukan kerja bersama yang terkoordinasi dengan baik karena hanya tersisa kurang dari enam tahun untuk mencapai target nihil kusta.
BACA JUGA:Menkes Budi Gunadi Ajak IDAI Edukasi Imunisasi Melalui Medsos
Dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kusta 2023-2027, telah disusun empat strategi utama untuk mencapai eliminasi, yaitu menggerakkan masyarakat; meningkatkan kapasitas sistem pelayanan; meningkatkan integrasi dan koordinasi; dan menguatkan komitmen, kebijakan dan manajemen program.
Menurut Prof. Sri, upaya menurunkan stigma melalui edukasi sebaiknya dilakukan sejak usia dini karena edukasi pada anak akan memberikan retensi yang lebih meresap untuk waktu yang panjang.
Pada 2023, Prof. Sri memberikan edukasi terhadap murid-murid di SDK 1,2 Waimahu Latuhalat Ambon, Maluku bersama Kelompok Studi Dermatologi Sosial (PERDOSKI) bersama KATAMATAKU. Berbagai upaya yang dilakukan Prof. Sri bersama KATAMATAKU membawanya meraih penghargaan Bidang Riset dan Inovasi Kategori “Program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Terbaik” UI.
Prof. Sri menekankan bahwa penanggulangan kusta sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja.
Upaya perlu dilakukan oleh tiga sektor, yaitu Pemerintah dan DPR, Profesi, serta masyarakat.
Selain itu, Prof. Sri mengatakan kusta merupakan salah satu contoh yang baik untuk digunakan sebagai pemicu dalam berbagai jenjang pendidikan dan penelitian kedokteran untuk melatih pemahaman dan penerapan softskill seperti empati dan komunikasi efektif.
Sebelum melakukan kajian tentang penyakit kusta, Prof. Sri banyak melakukan penelitian serupa. Beberapa di antaranya adalah Burnout and Coping Strategies Among Resident Physicians at an Indonesian Tertiary Referral Hospital During COVID-19 Pandemic (2023); Functional Activity Limitation of Leprosy Cases in an Endemic Area in Indonesia and Recommendations For Integrated Participation Program in Society (2022); dan Efficacy of Gabapentinoids for Acute Herpes Zoster in Preventing Postherpetic Neuralgia: a Systematic Review of Randomized Controlled Trials (2022).