JAKARTA, DISWAY.ID - Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga masih terus berupaya meningkatkan mutu ekspor biji pala.
Salah satunya adalah melalui peningkatan infrastruktur mutu dengan menyediakan laboratorium acuan nasional untuk pengujian produk biji pala.
Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu Matheus Hendro Purnomo saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengembangan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang diselenggarakan di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada Jumat 8 Maret 2024.
“Pemenuhan standar mutu produk ekspor, terutama ekspor biji pala ke Uni Eropa membutuhkan infrastruktur yang mendukung pengawasan keamanan dan mutu pangan berupa regulasi, sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta laboratorium pengujian,” ujarnya.
BACA JUGA:Produsen Pupuk Organik Lokal Kebut Permintaan Ekspor ke Afrika dan Kuwait
“Ketersediaan laboratorium acuan nasional untuk pengujian biji pala diharapkan dapat memfasilitasi pelaku usaha dalam memastikan jaminan mutu produk yang akan diekspor,” ungkap Hendro.
Hendro menyatakan, biji pala merupakan salah satu produk ekspor terbesar ke Uni Eropa yang telah mengalami notifikasi penolakan akibat terdeteksinya mikotoksin di dalamnya.
Peningkatan notifikasi Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) untuk biji pala berpotensi mengakibatkan kenaikan inspeksi fisik yang awalnya 20 persen menjadi 30 persen pada periode 2020.
Potensi kenaikan inspeksi fisik pada biji pala meningkat menjadi 50 persen di pelabuhan tujuan ekspor pada periode 2023.
BACA JUGA:Indonesia Dukung Ekspor Produk Kelistrikan dan Elektronika di ASEAN
“Untuk memitigasi risiko tersebut, diperlukan upaya bersama dalam menangani rantai pasok ekspor biji pala asal Indonesia ke Uni Eropa yang mengalami penolakan dari negara tujuan ekspor akibat terkontaminasi mikotoksin,” ujar Hendro.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), mikotoksin merupakan senyawa beracun yang secara alami dihasilkan oleh jenis jamur tertentu. Jamur yang dapat menghasilkan mikotoksin tumbuh pada berbagai bahan makanan seperti sereal, buah-buahan kering, kacang-kacangan, dan rempah-rempah.
Hendro menjelaskan, regulasi Uni Eropa untuk mengukur kadar mikotoksin pada biji pala telah digunakan di Indonesia.
Namun, diperlukan pemutakhiran regulasi terkait pengambilan contoh dan kriteria laboratorium pengujian.
Selain itu, diperlukan laboratorium acuan nasional untuk melakukan analisis mikotoksin pada biji pala yang telah diakui laboratorium pengujian di Uni Eropa.