"Jadi dia memeluk teluk seperti memeluk tubuh seseorang. Itu sebuah buku yang bicara tentang ekologi, lingkungan, dan itu kita rekomendasikan karena kita ingin mendekatkan, menyadarkan seseorang tentang pentingnya pelestarian lingkungan."
Begitu pula dengan buku karya Faisal Oddang berjudul Puya ke Puya yang beberapa kutipannya dipersoalkan.
Buku tersebut berbicara tentang kehidupan di Sulawesi yang berlatar budaya Toraja.
Sehingga buku ini dipilih untuk memperkenalkan keberagaman adat istiadat dan memperkuat eksposur pelajar terkait suku bangsa di Indonesia.
"Jadi tujuan besar dari sebuah bukunya itu pasti ada dan itu yang menjadi alasan utama para kurator untuk memasukkan buku-buku tersebut," tandasnya.
Jadi ketika kita hanya mempersoalkan 1-2 baris, 1-2 kalimat, kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan pesan utama dan hal besar yang justru diharapkan dapat tercapai pada buku itu, pungkas Okky.
Di samping itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, S. Pi., M. Phil., Ph. D menegaskan bahwa rekomendasi buku pada panduan Sastra Masuk Kurikulum ini bersifat alat bantu sehingga guru tidak wajib menggunakannya dalam pembelajaran.
Guru bisa memilih buku yang sesuai dengan kesiapan dan kebutuhan siswanya dalam memahami dan menganalisis teks yang ada pada karya.
"Ini adalah alat bantu yang bisa digunakan guru untuk membelajarkan tujuan tertentu sesuai dengan kesiapan dan kebutuhan belajar muridnya," tutur Anindito.
Pihaknya juga telah menarik buku panduan karena ditemukan sejumlah kesalahan dan saat ini telah dalam proses revisi.
Ia mengungkapkan bahwa buku panduan tersebut sudah ditarik sejak 22 Mei 2024 sebelum muncul di publik hingga viral.
Namun, cepatnya peredaran secara daring tak dapat terhindarkan.
"Banyak masukan yang kami terima dari masyarakat setelah buku panduan itu diterbitkan dan beredar. Kami terima sebagai masukan yang berharga untuk mengkaji ulang, mengevaluasi, serta mendiskusikan kembali dengan tim kurator," katanya. (Annisa Amalia Zahro)