JAKARTA, DISWAY.ID - Setelah resmi berakhir pada 31 Maret 2024 lalu, Pemerintah kini kembali meminta perpanjangan kebijakan stimulus restrukturasi perbankan bagi yang terdampak Covid-19 hingga tahun 2025 nanti.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, permintaan perpanjangan restrukturasi ini bertujuan untuk mengurangi beban perbankan dalam mencadangkan kerugian akibat kenaikan kredit bermasalah.
"Perpanjangan relaksasi ini akan mengurangi perbankan mencadangkan kerugian akibat KUR (Kredit Usaha Rakyat)," ujar Airlangga dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa 25 Juni.
BACA JUGA:Berantas Judi Online Kapolda Metro Jaya Akan Gelar Razia Handphone
BACA JUGA:Nasib Jukir yang Patok Tarif Parkir Bus Pariwisata di Istiqlal Rp300 Ribu
Airlangga juga menambahkan, permintaan perpanjangan restrukturasi ini juga merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan diusulkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Tadi ada arahan bapak Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat daripada Covid-19 itu yang seharusnya jatuh tempo pada Maret 2024 ini diusulkan ke OJK, nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur sampai dengan 2025," kata Airlangga.
Sementara itu menurut data OJK, Loan at Risk (LaR) perbankan ini sudah mencapai angka sebesar 11.10 persen pada Maret 2024.
Angka tersebut sudah menurun semakin mendekati level sebelum pandemi yaitu di kisaran 9-10 persen.Sejalan dengan itu, NPL nett perbankan juga tercatat naik dari Maret 2024 yang sebesar 0.77persen menjadi 0.81persen pada April 2024.
Sisa kredit yang direstrukturisasi per-31 Maret 2024 sendiri adalah sebesar Rp228.03 triliun.
Jumlah tersebut terbilang menurun jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2023 yang sebesar Rp265.78 triliun.
Adapun kebijakan stimulus yang diterbitkan oleh OJK diawali dengan POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 bertujuan untuk memberikan ruang bernafas kepada debitur yang berkinerja baik namun mengalami pemburukan akibat terdampak pandemi Covid-19.