JAKARTA, DISWAY.ID-- Publik tengah heboh adanya 5 pemuda Nahdliyin temui Presiden Israel, Isaac Herzog.
Foto mereka bersama dengan Presiden Israel beredar luas hingga menjadi perbincangan hangat di tanah air, karena dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah RI yang menentang penjajahan negeri Zionis tersebut kepada Gaza, Palestina.
Informasi 5 pemuda nahdliyin temui Presiden Israel itu, juga disorot tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir.
BACA JUGA:Jokowi Buka Suara Terkait 5 Kader NU Bertemu Presiden Israel
Pertemuan yang dilakukan 5 pemuda nadliyin itu, disebut Gus Nadir, bertentangan dengan prinsip NU.
Dengan alasan apapun atau atas nama pribadi, kehadiran pemuda nahdliyin di pertemuan Presiden Israel patut.
“Jadi enggak bisa ngeles dengan mengatakan ini atas nama pribadi. Mohon maaf atas keterusterangan saya ini: tanpa NU mereka (5 pemuda nahdliyin) bukan siapa-siapa dan enggak bakal masuk radar Israel,” tulis Gus Nadir di Instagram pribadinya @nadirsyahhosen_official.
Gus Nadir mengingatkan, NU tidak hanya bertindak berdasarkan prinsip tasamuh (toleransi) dan tawasuth (moderat), tetapi juga tawazun (keseimbangan) dan i’tidal (keadilan).
Oleh karenanya, undangan pertemuan dengan Presiden Israel tersebut seharusnya dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk geopolitik dan konflik yang sedang berlangsung.
“Kita tahu bagaimana Mahkamah Internasional sudah bersikap. Begitu juga kebijakan pemerintah RI soal ini. Jadi yang dilakukan kelima orang itu jauh dari prinsip NU: tawazun dan i’tidal,” ujarnya.
Gus Nadir menilai pertemuan dengan Presiden Israel tidak memiliki dampak signifikan. Apalagi Presiden Israel hanya simbol seremonial dan tidak menjalankan pemerintahan sehari-hari, sebab pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri (PM).
“Lagipula seruan damai Sekjen PBB dan Paus Fransiskus saja dicuekin. Mereka ini siapa? Kok merasa bisa mempengaruhi kebijakan Netanyahu. Banyakin ngaca mas-mbak,” ujar Gus Nadir.
Ia menekankan, program kunjungan seperti yang dilakukan 5 pemuda Nahdliyin itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan selalu memicu kontroversi.
Alhasil, Gus Nadir menyarankan agar tokoh, aktivis, atau ulama menolak undangan semacam ini selama konflik belum usai.