JAKARTA, DISWAY.ID-- Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar menyebut bahwa fatwa ulama Pakistan yang menolak bank ASI merupakan suatu kemunduran.
Hal ini karena praktik ASI donor dalam Islam sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw.
BACA JUGA:PP Kesehatan Tekankan Hak ASI Eksklusif untuk Anak, Larang Iklan hingga Diskon Susu Formula
"Menyikapi soal fatwa ulama di Pakistan, saya merasa ini sebuah kemunduran. Sangat disayangkan karena sebenarnya Islam itu advance, dari zaman dahulu kala Nabi Muhammad Saw. bahkan mempunyai Ibu susuan," ungkap Nia pada konferensi pers Pekan Menyusui Sedunia, 31 Juli 2024.
Seiring berjalannya waktu, praktik ini mulai hilang dan tidak ada ibu yang dibayar untuk menyusui anak orang lain. Sebaliknya, muncul metode donor ASI yang tidak melibatkan uang selayaknya transaksi jual beli.
Namun pada praktiknya, terdapat kekhawatiran bahwa ada ASI yang tidak diketahui pendonornya dan tercampur dengan ASI pendonor lain sehingga tidak diketahui dengan jelas siapa pendonornya.
Hal ini menjadi perhatian lantaran bayi yang minum ASI dari ibu yang sama (meski bukan anak kandung), akan membangun ikatan saudara sepersusuan.
BACA JUGA:Alasan Muhammadiyah Terima Izin Pengelolaan Tambang dari Pemerintah, Berikut Susunan Pengurusnya
Sehingga, bayi-bayi tersebut ketika dewasa tidak diperbolehkan menikah.
Kendati demikian, Nia menyayangkan fatwa tersebut lantaran tidak memandang bagaimana donor ASI ini menyelamatkan anak-anak prematur dan ibu yang kesulitan memproduksi ASI.
"Harusnya mereka melihatnya secara menyeluruh, bahwa asi ini menyelamatkan jiwa anak-anak prematur yang jelas ASI jauh lebih baik daripada mendapatkan asupan lainnya," tandasnya.
Oleh karena itu, ia pun berharap ada ulama lain yang menyuarakan agar fatwa tersebut direview ulang. Menurutnya, praktik bank ASI ini bukan suatu masalah selama dicatat identitas pendonor dan penerima donor.
BACA JUGA:Susun DPHP tingkat Kelurahan/Desa, Pengawas Ad Hoc Diminta Siapkan Data Hasil Pengawasan Coklit