JAKARTA, DISWAY.ID - Ini bukan soal gila penyakit jiwa. Bukan juga penyakit gila ke sembilan yaitu putusnya urat malu. Hingga segala dilabrak untuk memenuhi syahwat diri dan keluarga.
Gila yang ini perlu keberanian. Sebab kalau tak berani, tak akan menjadi gila. Dan tidak mungkin gila, kalau tidak berani. Konon memang, orang berani dan orang gila, beda tipis.
Karena gila, orang jadi berani. Gila jabatan, berani menyuap, menyikut segala, asal dapat jabatan. Kesurupan harta, berani korupsi.
Kesetanan syahwat, jadi lupa jabatan, yang di rumah, nasehat dan agama. Ambyar semua, demi syahwat, hajar saja jika ada kesempatan. Sebab sudah keranjingan, selingkuh.
BACA JUGA:Lakon Gandeng 6 Brand Lokal di JF3, Tampilkan 72 Koleksi Terinspirasi dari Genre Film
BACA JUGA:Egianus Kagoya Nyerah Sandera Pilot Susi Air, TPNPB OPM: Akan Kami Bebaskan dalam Satu Bulan Ini
Agar tak kesambet syahwat, sesiapapun yang telah berikat dan berpinak, bolehlah mendengarkan nasehat Bob Marley; “No Woman, No Cry”.
Mabuk kekuasaan, berani menindas dan menunjang hukum. Apapun dilakukan. Sebab superioritas yang menjadi tujuan.
Itu gila dan berani yang salah urus dan jalur. Seperti tanaman yang tak disayangi, dikerubuti hama dan penyakit.
Ada model watak berani dan gila dalam versi lain. Berani untuk melawan korupsi, ketidakadilan dan kesewenangan.
BACA JUGA:Roket Hizbullah Hujani Israel Utara, Perumahan hingga Pangkalan Militer Jadi Sasaran
BACA JUGA:3 Desainer ASEAN Hadirkan Koleksi Fashion Tradisional dan Ramah Lingkungan di JF3 2024
Berani untuk mewujudkan dan berjuang untuk mimpi dan nilai yang diyakini. Ditambah gila dalam gagasan.
Sebab untuk melawan penyakit korupsi yang sudah karatan dan mandarahdaging, perlu kewiraan dan ide gila. Gagasan edan yang tetap rasional dan praktis.
Cuma memang dua karakter ini -berani dan gila, tak akan pernah dipunyai, jika orang tersebut tak berintegritas.