JAKARTA, DISWAY.ID - Anggota Bawaslu Puadi menegaskan frasa memeriksa dan memutus yang dilakukan KPU dalam Pasal 140 Undang Undang 10/2016 terkait pelanggaran administrasi, hendaknya tetap dimaknai berdasarkan rekomendasi Bawaslu.
Dia memandang KPU tidak perlu melakukan kajian atau pemeriksaan dari awal pelanggaran administrasi tersebut karena objeknya adalah rekomendasi Bawaslu.
Menurut Puadi, dalam praktiknya rekomendasi yang diberikan Bawaslu kepada KPU kerap kali diabaikan, sehingga rekomendasi Bawaslu tersebut kerap tidak bermakna secara hukum.
BACA JUGA:Walkot Jakpus Sebut Kontes Kecantikan Waria di Hotel Orchardz Tak Ada Unsur Kriminal
"Selama ini, tindak lanjut KPU bisa sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu, namun tak jarang pula KPU memeriksa kembali pihak-pihak terkait yang hasilnya bisa berbeda dengan rekomendasi Bawaslu lantaran ada ketentuan di Pasal 140," ungkap dia dalam Focus Group Discussion Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen Hukum Penyelesaian Pelanggaran Administrasi dan Sengketa dalam Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang digelar KPU di Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Berdasarkan catatan Bawaslu, Puadi mengatakan pada Pemilihan 2020 ada sembilan rekomendasi terkait diskualifikasi pasangan calon (paslon) yang diterbitkan oleh Bawaslu, namun hanya satu yang ditindaklanjuti oleh KPU.
BACA JUGA:Gandeng Bupati Se-Indonesia, Bawaslu Bakal Sosialisasikan Aturan Netralitas Kepala Desa
Beberapa diantaranya ada di kota Banggai, Ogan ilir, Pegunungan Bintang, Gorontalo, Kutai Kartanegara, Halmahera Utara, Nias, dan Tasikmalaya.
"Nah ini terjadi perbedaan pemaknaan frasa ketentuan Pasal 140 yang dilakukan pemeriksaan ulang," cetus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi itu.
Dalam pandangan Bawaslu, keputusan yang diambil KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dalam menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan tetap harus merujuk pada rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
BACA JUGA:Khawatir KBG Masih Terjadi di Pemilihan 2024, Lolly: Laporkan ke Bawaslu
Puadi menjelaskan hal demikian merujuk pada pengaturan Pasal 139 ayat (1) UU 10/2016, di mana Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait pelanggaran administrasi Pemilihan.
Sementara Pasal 139 ayat (2) menentukan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BACA JUGA:Bawaslu Awasi Langsung Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pemilu 2024 Pasca-putusan MK
"Jadi ketentuan Pasal 139 ayat (3) KPU kiblatnya ini mesti rekomendasi Bawaslu. Karena menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu. Artinya objek kajian KPU Provinsi/Kota berkiblat pada rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/kota," papar kandidat peraih doktoral itu.