Selain itu, PLN mengganti 1,1 GW PLTU dengan pembangkit EBT dan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas. Upaya ini akan mampu menurunkan emisi sebesar 300 juta ton CO2.
Dalam masa transisi energi, PLN menggunakan teknologi co-firing di PLTU sebagai upaya menekan penggunaan batu bara. Co-firing adalah substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti pellet kayu, cangkang sawit dan sawdust (serbuk gergaji).
BACA JUGA:Dirut PLN Raih Penghargaan Tokoh Inspiratif Penggerak Transisi Energi
BACA JUGA:PLN Electric Run 2024 Diminati, Slot Early Bird Ludes Kurang dari Satu Jam
Darmawan menegaskan bahwa co-firing ini dilakukan tak sekedar mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan.
PLN mengajak masyarakat untuk terlibat aktif membuat bahan baku co-firing, mulai dari penanaman tanaman biomassa hingga pengelolaan sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pellet.
“Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global. Mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG),” ucapnya.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi saat menghadiri festival LIKE menyampaikan bahwa PLN telah memiliki skenario Accelerating Renewable Energy Development (ARED) guna mempercepat transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Skenario juga dimaksudkan untuk mereduksi emisi karbon secara signifikan dari sektor ketenagalistrikan.
“Dengan skenario penambahan pembangkit akan berasal dari EBT sebesar 75 persen dan gas 25 persen hingga tahun 2040. Skenario ini akan memastikan pengurangan emisi sesuai target dengan tetap menjaga keandalan sistem,” kata Evy.
BACA JUGA:Sepanjang Semester I 2024, PLN Sukses Manfaatkan Hampir 1,5 Juta Ton FABA PLTU
BACA JUGA:Sustain Kelola Manajemen Risiko, PLN Sabet Penghargaan di ASEAN Risk Award 2024
PLN akan membangun green transmission line atau jaringan transmisi antarpulau yang bisa menyalurkan potensi EBT di lokasi terpencil ke pusat beban.
Selain itu, PLN juga akan menerapkan teknologi smart grid sebagai solusi menangani intermitensi pada pembangkit EBT.
Dengan upaya tersebut maka penambahan pembangkit EBT sampai tahun 2040 meningkat menjadi sekitar 3 kali lipat dari yang semula 22 gigawatt (GW) menjadi 61 GW.
Namun, Evy menegaskan bahwa upaya ini tidak akan bisa dijalankan PLN sendirian. Untuk itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dengan PLN untuk melakukan transisi energi.