JAKARTA, DISWAY.ID - Maraknya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi permasalahan yang harus segera diatasi khususnya bagi kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Hingga saat ini, tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Secara keseluruhan, angka PHK tertinggi ada pada wilayah DKI Jakarta dengan angka PHK yang mencapai 23,29 Persen dengan jumlah 7.469 orang pada periode Januari 2024 hingga Juni 2024.
BACA JUGA:PHK Marak Bikin Daya Beli Masyarakat Anjlok, Lebih Pilih Mantab Alias Makan Tabungan
Dilansir dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada periode Januari-Juni 2024 mencapai 32.064 orang. Angka tersebut naik 21,4% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.
Menurut keterangan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, keputusan PHK adalah solusi paling akhir dari setiap masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan.
"Tentunya kami menyayangkan jumlah PHK yang memang cukup besar itu," Ujar Indah dalam keterangan tertulis resminya pada Sabtu 10 Agustus 2024.
BACA JUGA:Angka PHK di Jakarta Tinggi, Begini Respons Disnakertransi DKI
Sementara itu menurut keterangan Ekonom Bima Yudhistira, PHK besar-besaran yang terus bertambah ini merupakan PR yang harus dihadapi oleh tim ekonomi dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto serta Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
"Jika pertumbuhan konsumsi masyarakat semakin melemah, maka itu juga akan berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Bima dalam keterangan tertulis resminya pada Kamis 8 Agustus 2024.
Bima juga menambahkan, PHK ini juga akan berpengaruh kepada menurunnya daya beli dari masyarakat, terutama dari mereka yang berasa dari kelas menengah.
BACA JUGA:Angka PHK di Jakarta Tinggi, Begini Respons Disnakertransi DKI
Jika masyarakat tidak memiliki sumber penghasilan, tambah Bima, maka tingkat konsumsi mereka juga akan menurun.
"Masyarakat miskin memiliki bansos dari Pemerintah untuk menjaga daya beli, sementara mereka (kelas menengah) tidak memiliki pengaman untuk menjaga daya beli mereka," ujar Bima.
BACA JUGA:Angka PHK Jakarta Tertinggi, Heru Budi: Mereka Gak Semua Warga Asli