JAKARTA, DISWAY.ID - Pakar Komunikasi Politik Benny Susetyo memandang fenomena kartel politik yang mencengkeram proses demokrasi membuat rakyat kehilangan kebebasan untuk memilih pemimpin sejati, terutama menjelang Pilkada 2024.
Demokrasi yang seharusnya menjadi wadah rakyat untuk menentukan arah kepemimpinan, kini justru digerogoti oleh praktik politik yang mencederai esensi demokrasi.
BACA JUGA:Calon Pimpinan KPK Bicara Tantangan 79 Tahun Indonesia Merdeka: Korupsi Harus Diberantas!
BACA JUGA:BPIP Siapkan Paskibraka Tampil Prima
Ketua DPR RI, Puan Maharani, dalam pidatonya pada 16 Agustus 2024, menegaskan bahwa demokrasi harus mengutamakan pilihan rakyat, bukan menjadi sekadar permainan kelompok tertentu yang haus kekuasaan. Pembajakan demokrasi oleh kartel politik semakin mengikis kebebasan rakyat untuk memilih dengan jujur dan tanpa paksaan, ancaman nyata yang menghantui pilkada mendatang.
"Dalam demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, esensi dari demokrasi itu sendiri adalah kesetaraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila, sebagai ideologi negara, menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, memberikan hak kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam menentukan arah bangsa," kata Romo Benny, Senin 15 Agustus 2024.
Namun, kenyataan yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa praktik-praktik politik yang ada seringkali bertentangan dengan nilai-nilai luhur tersebut.
Demokrasi yang berkualitas seharusnya memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih tanpa paksaan atau tekanan. Demokrasi yang sejati tidak membatasi pilihan rakyat, melainkan justru memperkuat posisi mereka sebagai pemegang kedaulatan.
Demokrasi dalam konteks Pancasila harus menghormati prinsip kesetaraan, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.Namun, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dengan adanya dominasi kartel politik yang terdiri dari kelompok-kelompok kekuatan yang mendominasi partai-partai politik, sehingga rakyat sulit untuk menentukan calon pemimpin yang benar-benar mereka inginkan.
"Partai-partai politik yang seharusnya menjadi instrumen demokrasi kini seringkali dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tersebut, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan rakyat," kata Romo Benny.
" Ketika kartel politik mendominasi, proses demokrasi menjadi terdistorsi. Rakyat kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak, prestasi, dan kemampuan manajerial yang baik. Sebaliknya, yang terjadi adalah pemimpin-pemimpin yang muncul ke permukaan seringkali adalah mereka yang populer karena citra yang dibangun melalui media, bukan karena kualitas kepemimpinan yang sebenarnya," tambahnya.
Akibatnya, demokrasi kehilangan esensi dan maknanya sebagai alat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Ketika kartel politik menentukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan, demokrasi kehilangan arah dan tujuannya. Demokrasi terbesar adalah ketika rakyat tidak lagi menyadari apa makna sejati dari demokrasi itu sendiri.
Makna demokrasi yang sebenarnya adalah ketika rakyat memiliki kemampuan untuk menentukan pemimpin yang mereka inginkan berdasarkan pertimbangan rasional, bukan karena tekanan atau pengaruh dari kekuatan tertentu.
Sejalan dengan pesan Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79, menegaskan bahwa rakyat harus diberi hak untuk memilih pemimpin yang benar-benar sesuai dengan kehendak mereka, bukan yang dipaksakan oleh kekuatan politik tertentu. Demokrasi harus memungkinkan rakyat untuk merdeka sepenuhnya dalam menentukan pemimpin mereka.