Pilkada Kota Depok 2024 semakin dekat, dan peta politik mulai memanas.
Dalam kancah pertarungan politik lokal ini, tiga faktor kunci tampaknya akan menjadi penentu utama bagi calon yang ingin memenangkan hati pemilih: popularitas, kapabilitas, dan isi tas.
Elemen ketiga ini tidak hanya mewakili kekuatan seorang calon, tetapi juga mencerminkan bagaimana dinamika politik di Depok dan banyak daerah lain di Indonesia beroperasi.
Untuk memahami bagaimana ketiganya bekerja secara sinergis, penting untuk menganalisis masing-masing faktor dan dampaknya dalam memenangkan pemilu.
Pertama, popularitas selalu menjadi senjata ampuh dalam kontestasi politik.
Seorang calon yang dikenal luas, disukai, dan memiliki daya tarik di masyarakat memiliki peluang besar untuk meraih kemenangan.
Popularitas bisa datang dari berbagai sumber, mulai dari jejak rekam pelayanan publik, keterlibatan di media sosial, hingga kehadiran yang kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Di era digital saat ini, popularitas juga bisa dibangun melalui kampanye media sosial yang efektif, memanfaatkan kekuatan viralitas dan keterhubungan yang ditawarkan oleh platform-platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok.
Namun, popularitas saja tidak cukup tanpa kapabilitas.
Kapabilitas mengacu pada kemampuan dan kompetensi seorang calon untuk memimpin dan mengelola pemerintahan kota. Hal ini mencakup pengetahuan tentang kebijakan publik, kemampuan mengelola anggaran, dan kemampuan untuk memimpin tim yang efektif.
Kapabilitas adalah indikator yang menunjukkan bahwa seorang calon bukan hanya sekedar nama yang dikenal, tetapi juga seorang pemimpin yang siap dan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi kota Depok.
Di tengah tantangan perkotaan yang semakin kompleks, termasuk masalah infrastruktur, transportasi, dan pengelolaan sampah, kapabilitas menjadi krusial.
Ketiga, "isi tas" atau ketersediaan dana politik juga memainkan peran yang sangat menentukan.
Di Indonesia dikenal high cost politik di mana biaya politiknya sangat tinggi, ketersediaan dana yang cukup memungkinkan seorang calon untuk menjalankan kampanye yang lebih masif, termasuk memasang baliho, membayar tim kampanye, tim relawan hingga melakukan serangan udara dan darat yang agresif.
"Isi tas" juga sering kali mencerminkan dukungan dari pihak-pihak tertentu, baik itu partai politik, pengusaha, atau kelompok-kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan hasil pilkada.