Kornas JPPI Ubaid Matraji Ungkap 3 Faktor Utama Akses Pendidikan Masih Mahal

Selasa 03-09-2024,16:29 WIB
Reporter : Annisa Amalia Zahro
Editor : Khomsurijal W

Hal ini lantas menjadi problem utama adanya ketimpangan akses dan kesenjangan kualitas pendidikan yang diwariskan turun temurun dan tak terselesaikan.

Bahkan, pemerintah juga masih belum bisa mengelola dana pendidikan dengan baik.

“Jangankan sesuai sasaran dan tujuan, menyerap saja pemerintah masih kewalahan. Tahun 2023, ditemukan Rp 111 trilliun anggaran pendidikan tak terserap. Hingga kini masih belum jelas, apa saja dan mengapa bisa terjadi,” kata Ubaid. 

BACA JUGA:Biaya Sekolah Kerek Inflasi Agustus 2024, Sekolah Masih Jadi Barang Mewah

Masih terkait anggaran, Ubaid menyoroti alokasi anggaran pendidikan yang selalu naik tiap tahunnya.

Namun, besarnya anggaran tersebut tak kunjung menyelesaikan masalah dasar pendidikan soal kemudahan akses sekolah bagi semua anak, tanpa terkecuali.

"Anggaran pendidikan yang diwajibkan oleh konstitusi untuk pelaksanaan program wajib belajar dengan bebas biaya saja, tidak mampu dipenuhi," tandasnya.

Sebaliknya, anggaran pendidikan justru disunat oleh belanja pegawai serta belanja kementerian dan lembaga lain yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan. 

"Tahun depan, anggaran pendidikan juga kembali akan disunat oleh agenda makan bergizi gratis. Sampai kapan penganggaran yang salah sasaran ini akan diteruskan?” kata Ubaid. 

Di sisi lain, kebijakan komersialisasi dan privatisasi pendidikan menjadi agenda pemerintah yang akan berdampak besar pada masyarakat.

Dalam hal ini, semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin kecil peran pemerintah. Sebaliknya justru semakin besar peran swasta.

BACA JUGA:PHK Besar-besaran di PSSI, Arya Sinulingga: Bagian dari Transformasi

Hal ini dapat dibuktikan secara sederhana dengan melihat jumlah lembaga pendidikan.

Pada jenjang pendidikan dasar, jumlah SDN mencapai 75%, SMPN 42%, SMAN/SMKN 33%, dan PTN hanya 9% (BPS 2023).

"Tentu ini sangat merepotkan masyarakat golongan kelas menengah dan bawah. Mereka akan kesulitan akses ke jenjang pendidikan lebih tinggi karena harus memenuhi tarif biaya pendidikan yang tambah mahal,” tutupnya.

Kategori :