JAKARTA, DISWAY.ID-- Teknologi farmasi yang semakin berkembang ini mulai beralih pada produk biologi dibanding dengan obat-obatan kimia.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar yang menyebut bahwa 65% obat-obatan yang dikonsumsi secara global merupakan produk biologi.
BACA JUGA:10 Obat Herbal Ini Dilarang BPOM, Berisiko Rusak Ginjal dan Jantung
"Berdasarkan pemasaran global, 65% obat-obat yang dikonsumsi yang digunakan secara global adalah produk biologi. Cuma 35% sekarang clinical science (obat klinis) dengan total hanya per tahun yaitu 349 miliar dolar AS," ungkap Taruna ketika ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, 9 Oktober 2024.
Produk biologi yang merupakan bagian dari Advanced Therapy Medicinal Products (ATMPs) ini juga sudah merajai kawasan Asia Tenggara.
"Khusus untuk di Asia Tenggara saja sudah 12 miliar dolar AS dan dalam waktu 3-4 tahun ke depan akan berubah menjadi dua kali lipat, sekitar 23 miliar dolar AS," paparnya.
Ia pun penilai bahwa ATMPs yang juga meliputi rekayasa sel, rekayasa genetik, serta rekayasan jaringan menjadi kebutuhan di bidang kesehatan.
BACA JUGA:Marak Skincare dengan Etiket Biru Beredar, Ditindaklanjuti BPOM
BACA JUGA:BPOM dan BNN Amankan 3 Juta Pil OOT serta Narkotika di Serang
Namun demikian, pemanfaatan ATMPs sendiri baru sekitar 5 persen dari angka 65 persen tersebut.
"Kenapa 5 persen? Berdasarkan tren tadi. Dari 345 miliar, kemudian 245 miliar, kemudian yang ada cuma baru sekitar 12 miliar dolar SD. Berarti kan itu baru sebagian kecil dan itu akan terus berkembang."
Bahkan, ia optimistis produk-produk biologi bukan hanya 65 persen menguasai pasar, melainkan bisa terus meningkat hingga 80 persen.
Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) terus berupaya mendukung semaksimal mungkin peningkatan penggunaan Advanced Therapi Medicinal Products (ATMPs) sebagai terapi untuk penyakit degeneratif.
"Dalam konteks memberikan jaminan, baik itu obat-obatan ataupun makanan, kita evaluasi bisa sesuai dengan standar keamanan yang tinggi. Kemudian yang kedua, kita juga ingin memastikan khasiat atau efikasi. Dan yang ketiga adalah kita sebagai regulator tertinggi dalam konteks untuk obat-obat dan makanan, kita juga ingin memberi jaminan kualitas," tambah Taruna.