"Karena yang disampaikan 'akan memperjuangkan'. Beda bahasanya 'saya akan memperjuangkan kenaikan gaji guru' dengan 'saya akan menaikan gaji guru', kan dua hal yang berbeda," tandasnya.
Sehingga, politikus yang berjanji untuk memperjuangkan kenaikan gaji guru akan merasa telah memenuhi janji untuk memperjuangkan, tidak sampai pada kataa gaji guru telah naik.
BACA JUGA:Segini Besaran Gaji Guru CPNS Kemenag 2024 dan Tunjangannya, Calon Pelamar Harus Tahu!
"Selama dia sudah berjuang, sudah terpenuhi janjinya. Tapi kalau 'saya akan menaikkan' beda lagi tuntutannya. Nah retorika itu yang kemudian sering dipakaikan oleh politisi untuk mengatakan 'kami berjanji akan memperjuangkan tidak berjanji untuk menaikan'," paparnya.
Di sisi lain, dua faktor di mana masyarakat mudah sekali percaya dan politisi yang mudah sekali mengumbar janji selalu dipertemukan dalam konteks ini sehingga janji kampanye selalu monoton.
Sedangkan orang tidak punya pilihan selain percaya dengan kebohongan tersebut.
"Terjadi terus-menerus itu karena kualitas berpikir kita juga secara bangsa kan masih belum tinggi. Kita lihat para wakil-wakil rakyat atau pejabat pun apakah kemudian mereka punya prinsip yang dipegang ketika menyampaikan janji yang seperti itu."
Namun begitu, ia menilai bahwa permasalahan ini harus ditempuh dengan kesepahaman dan kerja nyata dari lintas kementerian, seperti Kemendikbudristek, Kemenkeu, Kementerian Ketenagakerjaan, dan sebagainya.
"Tidak akan selesai permasalahan ini selama kementerian terkait, bukan satu kementerian, tidak bersama duduk untuk membahas satu kunci utama saja, kesejahteraan guru," tandasnya.