JAKARTA, DISWAY.ID - Wakil Ketua Komisi X DPR RI M Esti Wijayati soroti perlindungan terhadap guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yang dilaporkan atas tuduhan penganiayaan terhadap anak didiknya, MC (8 tahun).
Untuk diketahui bahwa profesi guru mendapatkan perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakukan tidak adil.
Tertuang dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, guru mendapatkan perlindungan tersebut dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain yang terkait dengan tugas pendidik dan tenaga kependidikan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati --Annisa Amalia Zahro
"Profesi guru kelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," ujar Esti dalam keterangannya, 25 Oktober 2024.
Dengan adanya regulasi tersebut, politisi PDIP tersebut mendorong pemerintah dan satuan pendidikan, dalam hal ini, Kementerian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan pemerintah daerah (pemda) untuk memberikan pendampingan selama proses hukum berlangsung.
“Pemerintah wajib memberikan bantuan hukum untuk guru yang bermasalah dengan hukum. Ini Ibu Supriyani malah cari bantuan hukum sendiri,” tegasnya.
Sedangkan janji untuk memberikan afirmasi seleksi guru PPPK dinilai tidak cukup di saat proses hukum ini masih berlangsung.
“Pemberian janji peningkatan status sebagai guru PPPK saja tidak cukup karena Ibu Supriyani terjerat kasus hukum saat sedang melaksanakan tugas. Beliau yang telah mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan anak bangsa berhak mendapat perlindungan dari Pemerintah,” lanjut Esti.
Ia menegaskan bahwa bantuan hukum dari pemerintah semakin diperlukan mengingat adanya dugaan intimidasi dan pemerasan terhadap Supriyani.
BACA JUGA:Kasus Guru Supriyani Bikin Susno Duadji Geram: Banyak Orang Tua Cengeng!
Pasalnya, Supriyani dituntut Rp50 juta sebagai uang damai di samping gajinya sebagai guru honorer yang hanya ratusan ribu saja per bulan.
Karena pihak sekolah hanya menyanggupi untuk membayar Rp 10 juta, pihak pelapor disebut tak mau berdamai karena tuntutan denda yang dimintanya tidak dapat dipenuhi.