Guru Honorer Supriyani Terjerat Ancaman Pidana dan Diminta Uang Damai Rp50 Juta, Guru Rentan Dikriminalisasi

Guru Honorer Supriyani Terjerat Ancaman Pidana dan Diminta Uang Damai Rp50 Juta, Guru Rentan Dikriminalisasi

Dalam pengakuannya, Guru Honorer Supriyani tidak mengajar anak anggota Polisi yang diduga dianiaya.-tangkapan layar facebook@ Nelianti Nelianti-

JAKARTA, DISWAY.ID - Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati menyebut bahwa kasus tuduhan penganiayaan kepada guru honorer di Konawe Selatan, Supriyani, menjadi contoh nyata bahwa profesi tersebut rentan dikriminalisasi.

Supriyani diminta Rp50 juta karena dilaporkan atas tuduhan menganiaya siswanya.

Karena tak sanggup membayar, maka kasusnya dibawa ke ranah pidana.

BACA JUGA:Heboh Kasus Guru Honorer Supriyani Aniaya Anak Polisi, Mantan Kabareskrim Minta Junior Polri Belajar Hukum!

“Guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan, di mana mereka tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid,” kata MY Esti Wijayati dalam keterangannya, Jumat, 25 Oktober 2024.

Di samping itu, ia menyoroti bagaimana orang tua terlalu mengintervensi model pembelajaran sehingga membebani guru dalam proses belajar mengajar.

BACA JUGA:Mantan Kabareskrim Tegas Nilai Dakwaan Guru Honorer Supriyani Aniaya Anak Polisi Terkesan Dipaksakan: 'Penyidik Kok Begitu'

Diketahui, awal mula kasus ini ketika siswa beriisial MC (8 tahun) mengaku ke ibunya memiliki luka di paha karena jatuh di sawah.

Namun setelah didesak oleh ayahnya, anak tersebut mengubah pengakuan dan menyatakan ia dianiaya oleh Supriyani.

BACA JUGA:Ngaku Dipukul Guru Honorer Supriyani, Hasil Visum Anak Polisi Ungkap Fakta Sebenarnya!

"Yang paling mencolok dalam kasus Ibu Supriyani adalah terkait intervensi dan reaksi orang tua siswa yang menurut saya berlebihan. Terutama ketika salah satu pihak memiliki kekuasaan atau pengaruh, tentunya ini membebani guru," ujar Esti.

Menurutnya, fenomena ini sudah bukan hal asing lagi.

"Padahal reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan," imbuh Legislator dari Dapil DI Yogyakarta itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads