"Ditemukan sejumlah bukti kekerasan melalui hasil visum dan dua anak saksi (8 tahun), yaitu teman korban," terangnya.
Dengan begitu, anak tersebut merupakan AMPK (Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus) sehingga diperlukan pemulihan fisik dan psikologis, serta pendampingan dan pengasuan positif secara berkelanjutan.
"Untuk itu, KPAI mendorong UPTD PPA dan Dinas Sosial agar memberikan layanan rehabsos serta pendampingan kepada anak korban dan anak saksi," tandas Ai dalam keterangannya, 27 Oktober 2024.
BACA JUGA:Kata Prabowo Soal Efek Domino Program Makan Bergizi Gratis: Penghasilan Rakyat Bisa Tambah
BACA JUGA:Warga Koja Gotong Royong Bangun Jembatan Besi Secara Mandiri, 5 Tahun Pengajuan Dicuekin Pemerintah
Selain itu, ia juga menyoroti kasus viral ini dapat memicu kegaduhan sehingga berpotensi berdampak pada perlakuan sosial terhadap korban.
"Hal ini berdampak secara serius kepada anak korban dan anak saksi, juga anak dari terduga pelaku S yang mendapatkan perilaku perundungan secara sosial, di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga sekitar," paparnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada seluruh pihak untuk menahan diri dalam mengikutip persidangan agar situasi dan kondisi tetap kondusif.
"KPAI mendorong agar pelaksanaan persidangan berlangsung tertutup, menggunakan prinsip-prinsip Sistem Peradilan Pidana Anak dan dapat menggunakan teleconference untuk korban anak maupun saksi apabila diperlukan keterangannya," tambahnya.