Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.05/2020 Tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, risiko asuransi adalah risiko kegagalan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi atau kontribusi, penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim
Ia pun mengingatkan PT. GEGII bahwa UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sudah mengatur bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim dengan alasan yang masih berkaitan dengan penutupan asuransi.
Surveyor tidak sesuai polis
Fati juga menerangkan bahwa pada saat PT. RBM mengajukan klaim, PT. GEGII menunjuk surveyor yang tidak disepakati dalam polis asuransi.
“Di persidangan, terungkap fakta bahwa terdapat 4 (empat) Nominasi Loss Adjuster & Marine Surveyor di dalam polis asuransi, akan tetapi PT. GEGII justru menunjuk pihak lain di luar polis. Tindakan ini jelas menunjukkan ketidakpatuhan dan bertentangan dengan hukum”, jelasnya.
BACA JUGA:OJK Resmi Luncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan LPIP 2024-2028
Mengingat hal tersebut, Fati meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada PT. GEGII, berupa pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya; atau pencabutan izin produk dan/atau layanan.
“OJK sebagai lembaga representasi negara yang dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, harus melakukan tindakan hukum terhadap PT. GEGII, agar tidak menjadi preseden yang menimbulkan semakin banyak korban di sektor asuransi seperti yang sering terjadi”, pintanya.