Masyarakat Pemantau Pilkada Indonesia Somasi KPU dan Bawaslu Atas Pilkada Kutai Kartanegara, Kenapa?

Selasa 19-11-2024,12:35 WIB
Reporter : Fandi Permana
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Jajaran pimpinan KPU RI, KPU Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), KPUD Kutai Kartanegara (Kukar), Bawaslu Pusat, Bawaslu Kaltim, dan Bawaslu Kutai Kartanegara terancam dilaporkan oleh Masyarakat Pemantau Pilkada Indonesia (MPPI) ke Mabes Polri. 

Laporan tersebut akan diwujudkan jika somasi permintaan dan desakan membatalkan pencalonan Edi Damansyah sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara pada Pilkada 2024 tidak dilaksanakan dalam kurun waktu 2 Kali 24 jam terhitung mulai, Selasa 19 November 2024 kemarin.

BACA JUGA:Hadiri Simulasi KPU yang Ketiga di Tangerang Selatan, Bagja Berikan Sejumlah Catatan

BACA JUGA:KPU DKI Jakarta Ingatkan Besok Batas Waktu Pengurusan Pindah Memilih Pilgub

"Mereka (KPU dan Bawaslu RI) wajib proaktif cari tau tentang hal ini dan segera bertindak melaksanakannya tanpa ada alasan apapun lagi. Kalau tidak mereka patut diduga telah melakukan 2 hal yakni pembangkangan terhadap hukum (disobidience) dan ⁠telah melakukan kolusi dengan pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat ikut Pilkada," tegas Koordinator MPPI Arifin Nur Cahyono dalam keterangannya, Selasa 19 November 2024.

"Apabila sampe terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) karena ketidakpatuhan thd Keputusan MK ini di belasan Kabupaten maka secara faktual telah terjadi kerugian negara yg sangat besar. Bukan hanya kerugian materiil tapi juga terutama kerugian imaterial, yaitu rusaknya demokrasi," imbuhnya.

Arifin menjelaskan, MPPI melayangkan Somasi Terbuka kepada KPU dan Bawaslu  tentang pelanggaran hukum pada Pencalonan Edi Damansyah di Pilkada Kutai Kartanegara. 

Bunyi somasi ditujukan kepada seluruh jajaran  KPU dan Bawaslu pusat-daerah tersebut, meminta dan mendesak agar KPU dan Bawaslu membatalkan pencalonan Edi Damansyah sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara pada Pilkada 2024.

Edi diketahui sudah menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara Dua periode sebagai bentuk tindakan patuh dan menghormati hukum dan perundang undangan di Republik Indonesia oleh KPU dan Bawaslu sebagai penyelengara Pilkada 2024 .

BACA JUGA:Cara Cek Kekayaan Calon Pilkada 2024 Lewat LHKPN, Kalo Janggal Bisa Dilaporkan!

Adapun dasar hukum dan perundangan undangan yang membatalkan pencalonan Edi Damansyah sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara pada Pilkada 2024 Bahwa sehubungan dengan telah adanya kepastian hukum mengenai cara penghitungan masa jabatan Kepala Daerah, sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 129/PUU-XXII/2024, tanggal 14 November 2024.

Dalam pertimbangan hukumnya dengan tegas mengatakan : [3.13] Menimbang bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 2/PUU-XXI/2023, Mahkamah dalam pengujian konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 menyatakan, "kata ‘menjabat’ adalah masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah.

Karena itu, lanjut Arifin, melalui putusan a quo Mahkamah perlu menegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan ‘masa jabatan yang telah dijalani’ tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara, …” (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUUXXI/2023 paragraf [3.13.3]).

Menurut Arifin, berdasarkan kutipan pertimbangan hukum demikian, tanpa Mahkamah bermaksud menilai kasus konkret yang dipersoalkan para Pemohon, pendirian Mahkamah dimaksud sudah cukup jelas bagi semua pihak, khususnya lembaga yang mempunyai kewenangan menyusun peraturan pelaksana dari UU 10/2016 bahwa masa jabatan yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 merujuk pada masa jabatan yang telah dijalani secara nyata (riil atau faktual) dan bukan masa jabatan yang dihitung berdasarkan waktu pelantikan.” 

Kemudian, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan tersebut menegaskan “masa jabatan yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 merujuk pada masa jabatan yang telah dijalani secara nyata (riil atau faktual) dan bukan masa jabatan yang dihitung berdasarkan waktu pelantikan” yang mana putusan Makahmah Konstitusi tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi.

Kategori :