JAKARTA, DISWAY.ID-- Kendati dipercaya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, program tiga juta rumah yang direncanakan oleh Presiden RI Prabowo Subianto juga dinilai sebagai program yang sangat tidak realistis dalam hal anggaran.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, program ini juga menyimpan sejumlah kelemahan fundamental yang berpotensi menghambat realisasi mengatasi backlog (kekurangan rumah) bagi keluarga miskin.
BACA JUGA:Ekonom INDEF Sebut APBN RI Bisa Boncos Rp 1.100 Triliun, Kabinet Prabowo Bisa Apa?
BACA JUGA:Analis Komunikasi Politik Sebut Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Akan Bebani APBN
"Pembangunan tiga juta unit rumah setiap tahun membutuhkan biaya yang sangat besar, terutama jika melibatkan berbagai aspek, seperti pembangunan infrastruktur pendukung, penyediaan bahan material, dan pembiayaan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah," ujar Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Rabu 20 November 2024.
Selain itu, Achmad melanjutkan, hanya dengan mengandalkan APBN untuk seluruh pembiayaan juga dinilai sangat tidak realistis, terutama dalam kondisi defisit anggaran yang sudah tinggi.
Dalam membangun suatu rumah, pembangunan rumah sederhana tipe 36 untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia umumnya membutuhkan biaya sekitar Rp 150 juta hingga Rp 200 juta per unit.
BACA JUGA:KPK Apresiasi Arahan Prabowo Soal Menterinya Tak Cari Uang dari APBN
BACA JUGA:Prabowo Minta Menterinya Nanti Jangan Cari Uang Pakai APBN, Begini Respons Golkar
Biaya ini mencakup komponen seperti Material konstruksi (semen, bata, atap, dll.), Biaya tenaga kerja, Biaya infrastruktur dasar seperti jaringan listrik, air bersih, dan jalan lingkungan dan Penyediaan fasilitas umum (jika termasuk dalam kompleks perumahan).
"Jika mengacu pada angka tersebut, untuk membangun 3 juta rumah, total anggaran per tahun berkisar antara Rp450 triliun hingga Rp 600 triliun. Angka ini sudah mencakup berbagai variabel, tetapi bisa meningkat tergantung pada lokasi, kondisi geografis, dan kebutuhan infrastruktur tambahan," jelas Achmad.
Selain itu, biaya pembangunan rumah di wilayah terpencil atau pesisir pasti memerlukan biaya lebih tinggi karena harus melibatkan pembangunan infrastruktur baru seperti jalan akses, jembatan, dan jaringan listrik.
BACA JUGA:Prabowo Wanti-wanti Ketum Parpol Jangan Nitip Menterinya untuk Cari Uang dari APBN
BACA JUGA:Jokowi Sebut Prabowo Bertemu Sri Mulyani Hampir Tiap Hari Bahas RAPBN 2025
"Dengan asumsi 70 persen dari total rumah yang dibangun dialokasikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, subsidi saja bisa mencapai Rp 63 triliun hingga Rp105 triliun per tahun," tutur Achmad.