JAKARTA, DISWAY.ID - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan bahwa ia akan mencabut deklarasi darurat militer yang mendadak yang diberlakukannya beberapa jam sebelumnya pada Rabu, 4 Desember 2024.
Namun, langkah tersebut akhirnya dibatalkan setelah mengalami kebuntuan dengan parlemen yang menolak keras usahanya untuk melarang aktivitas politik dan menyensor media.
Dalam krisis politik terbesar yang dihadapi Korea Selatan dalam beberapa dekade terakhir, Presiden Yoon membuat keputusan mengejutkan dengan mengumumkan darurat militer pada Selasa malam guna mengatasi "kekuatan anti-negara" yang dinilai berada di antara lawan politiknya dalam negeri.
BACA JUGA:Fakta-fakta Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek Temuan Kementerian PPPA
Akan tetapi anggota parlemen dengan suara bulat menolak langkah tersebut, menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan Yoon.
Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa kabinet pada Rabu pagi sepakat untuk mencabut deklarasi darurat militer.
"Korea Selatan telah menghindari peluru sebagai sebuah negara, namun Presiden Yoon mungkin sedang menghadapi krisis yang berpotensi merugikan dirinya sendiri," kata Danny Russel, wakil presiden Asosiasi Kebijakan Asia Society Policy Institute di Amerika Serikat.
Setelah pengumuman pembatalan darurat militer oleh Yoon, mata uang won Korea Selatan mengalami penurunan ke level terendah dalam dua tahun terhadap dolar AS.
BACA JUGA:Gerindra Bela Bapak Penjual Es Teh yang Diejek Gus Miftah, Bakal Diberi Bantuan Modal Usaha!
Sementara itu, dana yang diperdagangkan di bursa saham terkait dengan Korea Selatan juga berhasil mengurangi kerugian.
Kontroversi terkait deklarasi darurat militer oleh Yoon, yang ditujukan kepada lawan politiknya, akhirnya ditolak oleh 190 anggota parlemen.
Bahkan partainya sendiri menekannya untuk mencabut keputusan tersebut.
Menurut hukum Korea Selatan, presiden wajib mencabut darurat militer secara segera jika diminta oleh parlemen berdasarkan suara mayoritas.
BACA JUGA:Kubu RIDO Persoalkan Banyak Warga Tak Dapat Formulir C6, Tim Pramono-Rano: Mengada-ngada!
Krisis ini, yang terjadi di sebuah negara yang telah menerapkan sistem demokrasi sejak 1980-an, menjadi perhatian internasional mengingat Korea Selatan merupakan sekutu penting bagi Amerika Serikat dan salah satu ekonomi terbesar di Asia.