JAKARTA, DISWAY.ID -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut masih ada pejabat yang mengisi laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan sembarangan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufon menjelaskan bahwa pihaknya saat ini sedang menghitung jumlah pejabat yang secara asal-asalan mengisi LHKPN.
"Kami sedang masih menginput datanya dari teman-teman LHKPN," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK dikutip Selasa, 10 Desember 2024.
BACA JUGA:Tak Segampang Itu, Penangguhan Penahanan Pemilik Ria Beauty Ditolak Penyidik!
BACA JUGA:Viral Warga Larang Ibadah Natal, Lokasi Perumahan di Cibinong Terpantau Sepi
Ia menambahkan bahwa saat ini, pihaknya lebih mengutamakan validitas dalam pengisian LHKPN. Sebelumnya KPK hanya mengukur tingkat kepatuhan pejabat dalam pengisian LHKPN.
Jadi, LHKPN itu yang sebelumnya selama ini kita mengukur tingkat prestasi lah gitu ya. Prestasi LHKPN itu pada prosentase kepatuhan, saat ini kita meningkatkan bukan hanya pemenuhan laporan tapi sejauh mana validitasnya,” ujar Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron menegaskan bahwa jumh pejabat yang sembarangan dalam mengisi LHKPN akan diungkap ke publik.
"Dari 2022 sampai ke 2024 ini kami sudah meningkatkan setelah kepatuhan, kemudian tingkat validitasnya yang dilaporkan seberapa," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) menyebutkan kebenaran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masih memprihatinkan.
BACA JUGA:Peran Penting Komunitas Literasi dan Sastra untuk Cegah Kepunahan Bahasa Daerah
BACA JUGA:Cek Jadwal SNPMB 2025: Ada Jalur SNBP, SNBT, dan Mandiri
Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan bahwa upaya pencegahan korupsi dilaksanakan KPK sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 19 Tahun 2019, salah satunya melalui fungsi pendaftaran dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Namun kebenaran isi laporan masih memprihatinkan," ujar Nawawi dalam pembukaan Hakordia di Gedung Juang, Jakarta pada Senin, 9 Desember 2024.
Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan LHKPN masih menemukan indikasi penerimaan suap dan gratifikasi yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kedeputian Penindakan.