JAKARTA, DISWAY.ID - Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan telah resmi merubah istilah atau penyebutan pinjaman online (pinjol) menjadi pinjaman daring atau Pindar.
Penggantian sebutan ini sendiri bertujuan untuk memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam membedakan fintech peer-to-peer lending yang legal dan ilegal.
BACA JUGA:Kritik Keras Pakar UGM soal OJK Ganti Nama Pinjol Jadi Pindar: Sesat Pikir!
Menurut keterangan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, langkah ini merupakan keputusan bersama dari OJK bersama dengan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
"Diharapkan, masyarakat dapat jauh lebih mudah untuk menemukan penyelenggara yang legal," ujar Agusman dalam keterangan tertulis resminya pada Jumat 20 Desember 2024.
Bukan tanpa sebab. Pasalnya, saat ini pinjol-pinjol ilegal yang membahayakan juga menjadi semakin marak di beredar di kalangan masyarakat. Terlebih lagi dengan banyaknya pengeluaran yang harus dikeluarkan, pinjol telah menjadi solusi keuangan bagi para masyarakat yang membutuhkan dana tambahan.
Hal serupa juga dikatakan oleh Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat. Dalam keterangannya, dirinya menyebutkan bahwa pinjaman online telah menjadi solusi cepat bagi banyak masyarakat yang membutuhkan dana mendesak.
BACA JUGA:Tragis! Diduga Terjerat Pinjol, Satu Keluarga bunuh Diri di Tangsel
BACA JUGA:98 Aplikasi Pinjol Legal Terbaru OJK 2024, Cek Syarat Sebelum Ngutang
Namun, Achmad juga menambahkan bahwa di balik kemudahan tersebut, terdapat ancaman besar berupa bunga tinggi, serta metode penagihan intimidatif, dan pelanggaran privasi.
"Banyak platform pinjaman online tidak mematuhi regulasi yang jelas, sehingga memberikan ruang bagi praktik-praktik yang eksploitatif," ucap Achmad.'
Lebih buruk lagi, ancaman penagihan dari debt collector sering kali dilakukan dengan cara yang meresahkan, bahkan menyasar pihak yang tidak terlibat langsung, seperti yang dialami tetangga korban.
Salah satu akar dari permasalahan ini adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Banyak individu tidak memahami bagaimana mekanisme pinjaman bekerja, termasuk suku bunga, denda keterlambatan, dan risiko jangka panjang dari utang.