JAKARTA, DISWAY.ID - Kecelakaan angkutan logistik yang terjadi hampir setiap hari di Indonesia menunjukkan bahwa pengawasan dan tata kelola angkutan barang masih sangat lemah.
Menurut Djoko Setijowarno, Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, kecelakaan ini bisa terjadi hingga tujuh kali sehari, meskipun jumlah armada truk lebih sedikit dibandingkan kendaraan roda empat.
"Pengawasan terhadap operasional angkutan barang belum maksimal," ungkapnya Kamis 26 Desember 2024.
BACA JUGA:9 Pameran di Jakarta Akhir Tahun 2024, Nikmati Liburan jelang Pergantian Tahun
BACA JUGA:Dibatalkan Galeri Nasional, Yos Suprapto Ditawari Pameran di Galeri Internasional
Kasus terbaru yang kembali mengguncang, yakni kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata Tirto Agung dan truk pengangkut pakan ternak di Jalan Tol Pandaan-Malang, Jawa Timur, pada Senin 23 Desember.
Dalam insiden tersebut, empat orang pelajar tewas, memperlihatkan betapa buruknya pengelolaan angkutan logistik yang bisa berujung pada kecelakaan fatal.
Kejadian ini juga mencerminkan rendahnya kompetensi pengemudi dan buruknya kondisi kendaraan angkutan barang.
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam laporan tahunannya mencatat bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan ini adalah kegagalan sistem pengereman pada truk pengangkut barang, yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perawatan yang memadai.
BACA JUGA:Jadwal Semifinal Piala AFF 2024, Leg 1 Singapura Jamu Vietnam di Kandang
BACA JUGA:10 Cara Mencari Lowongan Kerja WFH
"Tidak ada regulasi wajib perawatan rem sebagai langkah preventif," tambahnya.
Truk besar memang memiliki peran penting dalam distribusi barang, namun ukuran besar kendaraan ini menjadi bumerang jika tidak dikendalikan dengan baik oleh pengemudi yang terampil dan kendaraan yang terawat dengan baik.
Ia menegaskan bahwa untuk menjalankan perawatan rutin kendaraan dan mendapatkan pengemudi yang kompeten, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Namun, biaya yang minim akibat liberalisasi angkutan barang sering mengorbankan keselamatan," terangnya.