Selain itu, ketersediaan benih unggul nila salin juga menjadi tantangan. Meskipun Laboratorium lapang di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, sudah mampu memproduksi benih ikan Nila salin dengan ketahanan hidup yang baik pada salinitas 22 ppt, namun perlu diakui jika masih banyak hatchery yang belum fokus dan melihat potensi komoditas ini. Pasokan benih yang stabil dan unggul, masih perlu ditingkatkan untuk mendukung perluasan budidaya secara nasional.
Sinergi Program Nasional MBG, Akuakultur dan Penguatan Ekonomi
Pemanfaatan tambak untuk budidaya nila salin menciptakan sinergi kuat antara dua program strategis nasional: MBG dan Revitalisasi Akuakultur Berkelanjutan. Di satu sisi, kita menyediakan sumber protein yang bergizi dan terjangkau bagi anak-anak sekolah. Di sisi lain, kita menghidupkan kembali tambak-tambak idle dan memberdayakan masyarakat pesisir.
Wilayah seperti Pantura Jawa memiliki posisi strategis untuk mendukung program ini. Infrastruktur yang sudah tersedia, serta kedekatannya dengan pasar di kota-kota besar, menjadikannya ideal sebagai pusat produksi nila salin untuk menyuplai kebutuhan MBG.Selain nilai gizi, program ini juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan penguatan ekonomi lokal. Koperasi nelayan, BUMDes, dan komunitas lokal dapat menjadi pelaku utama dalam rantai pasok, mulai dari pembibitan, budidaya, hingga distribusi hasil panen ke sekolah-sekolah.
Tantangan finansial untuk revitalisasi dan pelatihan bisa diatasi melalui berbagai skema pendanaan, antara lain:
- Alokasi anggaran pemerintah melalui program strategis nasional;
- Kerja sama dengan BUMN pangan untuk pengolahan dan distribusi;
- Kerjasamaa unit usaha perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH);
- Dana CSR perusahaan.
- Langkah Nyata, Dampak Besar
Kini saatnya kita tidak lagi memandang tambak-tambak terbengkalai sebagai beban atau kegagalan, melainkan sebagai potensi besar untuk menciptakan solusi nyata bagi permasalahan gizi dan ekonomi daerah. Budidaya nila salin di tambak idle dapat menjadi jawaban atas dua tantangan sekaligus: ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi pesisir.
BACA JUGA:Dana Desa : Sejarah, Sumber, dan Update Penyaluran Dana per 10 Juni 2025 di Kabupaten Sijunjung
BACA JUGA:Lima Prestasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2025 dan Sedikit Catatan Evaluatif
Budidaya udang memang memberikan margin keuntungan lebih tinggi, namun risikonya juga lebih besar. Modal awal yang tinggi, kebutuhan teknis yang kompleks, dan kerentanan terhadap penyakit menjadikan budidaya udang tidak selalu dapat diandalkan, terutama oleh petambak kecil. Di sisi lain, budidaya nila salin menawarkan model yang lebih sederhana, risiko yang lebih terkendali, dan tingkat keberhasilan yang lebih stabil.
Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, keberhasilan revitalisasi tambak dengan nila salin merupakan wujud kontribusi nyata sektor perikanan untuk Indonesia yang lebih sehat, cerdas. Aksi ini, seolah mengingatkan kita dengan pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampau. Selain menjadi implementasi dua Program Strategis Nasional (PSN) pemerintah, prohram ini memberikan dukungan terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan, dengan sekaligus memberikan fondasi kuat dalam mencetak generasi emas Indonesia yang sehat secara fisik, unggul secara intelektual, dan tangguh menghadapi masa depan. (*)
*) Dekan Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan UB
Prof. Dr. Sc , Asep Awaludin Prihanto, S.Pi, MP, Dekan Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan UB-Dokumentasi Pribadi-