DI TENGAH riuh antusiasme siswa SD di Sumedang pada 20 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto menolak permintaan beberapa anak untuk menandatangani topi dan baju seragam mereka.
“Jangan nanti gurumu marah. Nanti [seragam] kamu rusak. Tidak boleh tanda tangan di topi dan baju,” ucap Presiden dengan hangat.
Penolakan tersebut bukanlah penolakan terhadap kasih sayang, tetapi bentuk penghormatan terhadap disiplin, keteraturan, dan makna seragam sekolah sebagai simbol pendidikan. Presiden memilih untuk tidak memberi tanda tangan secara simbolik, karena ia tengah mengupayakan sesuatu yang jauh lebih substansial: menandatangani kebijakan-kebijakan yang memperkuat masa depan anak Indonesia.
BACA JUGA:Keunggulan Koperasi Merah Putih Menurut Prabowo: Gudang Desa hingga Klinik Rakyat
BACA JUGA:Harlah ke-27: Politik adalah Amanah, PKB Pusakanya
Pemerintah saat ini menyadari bahwa pembangunan manusia tidak dimulai dari usia produktif, melainkan dari usia dini. Oleh karena itu, berbagai program prioritas diluncurkan secara terintegrasi untuk menjawab tantangan masa kini dan membangun fondasi jangka panjang bagi generasi mendatang.
Salah satu rujukan penting dalam memahami tantangan tersebut adalah Indeks Deprivasi Multidimensi Indonesia (MDI I) yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan, UNICEF, dan Universitas Indonesia. Indeks ini mencatat bahwa antara tahun 2020 hingga 2023, terjadi penurunan kemiskinan multidimensi dari 12,44 persen menjadi 10,96 persen, dan skor deprivasi menurun dari 0,0515 menjadi 0,0448. Artinya, kesejahteraan anak baik di bidang kesehatan dan gizi membaik. Apabila tidak ada pembangunan berfokus anak, ketiga bidang ini sangat mempengaruhi ketidakberdayaan dan menjadi pangkal kemiskinan.
Namun, sejumlah indikator yang berkaitan langsung dengan anak-anak, seperti partisipasi prasekolah dan kehadiran di sekolah, masih menunjukkan dinamika yang perlu perhatian.
Merespons kondisi tersebut, Pemerintahan Presiden Prabowo dalam sembilan bulan pertamanya telah mengambil langkah nyata dengan meluncurkan enam intervensi besar yang menyasar langsung kebutuhan dasar anak-anak Indonesia.
Pertama, Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, program makan bergizi diberikan setiap hari kepada jutaan anak di seluruh penjuru negeri. Saat ini, sebanyak 6,4 juta anak menerima manfaat langsung dari MBG melalui lebih dari 2.100 Sentra Pelayanan Pangan Gizi (SPPG), yang menciptakan lebih dari 81.000 lapangan kerja dan melibatkan ribuan UMKM, koperasi, BUMDes, dan pemasok lokal.
MBG bukan hanya soal nutrisi, tetapi juga pengungkit ekonomi dan bentuk investasi jangka panjang pada kualitas generasi mendatang. Dampak nyatanya, menurut kesaksian salah satu kepala sekolah di Papua, tingkat absensi meningkat.
Kedua, program Cek Kesehatan Gratis bagi anak sekolah. Melalui program ini, siswa mendapatkan layanan skrining tekanan darah, kadar gula, kesehatan mental, hingga deteksi gejala penyakit kronis. Langkah ini memperkuat pendekatan preventif dalam sistem kesehatan nasional dan memastikan anak-anak tumbuh dengan fondasi kesehatan yang kokoh.
BACA JUGA:Presiden Prabowo: Pelaku Kecurangan Beras adalah Vampir Ekonomi, Menikam Rakyat dari Belakang
Ketiga, revitalisasi besar-besaran terhadap fasilitas pendidikan. Pemerintah telah mengalokasikan Rp17 triliun untuk merenovasi antara 10.440 hingga 11.000 sekolah di seluruh Indonesia pada tahun 2025. Perbaikan meliputi ruang kelas, toilet, mebel, sistem sanitasi, dan ruang terbuka. Sekolah-sekolah ini tersebar dari pusat kota hingga daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tujuannya satu: menciptakan lingkungan belajar yang aman, layak, dan inklusif bagi semua anak.
Keempat, peningkatan kualitas layanan kesehatan dasar di wilayah 3T dengan mendorong peningkatan status 32 RSUD dari tipe D ke tipe C. Melalui investasi Rp1,8 triliun, rumah sakit-rumah sakit ini kini memiliki kapasitas lebih baik untuk melayani ibu hamil dan anak-anak tanpa harus merujuk ke kota besar.