JAKARTA, DISWAY.ID - Pemerintah bersama PT PLN (Persero) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Peta jalan ambisius ini digadang-gadang sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah, dengan target tambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan.
Dari jumlah itu, 76% atau 52,9 GW akan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi.
Namun, keberhasilan program ini tak hanya bergantung pada pembangunan infrastruktur, melainkan juga pada penciptaan permintaan listrik baru (demand creation).
Salah satu sektor yang diyakini akan menjadi motor utama permintaan daya adalah kendaraan listrik (EV).
BACA JUGA:MADE IN CHINA! Baterai Mobil Listrik Baru CATL Cukup Dicharge 10 Menit untuk 478 KM
EV Jadi Pendorong Utama Kebutuhan Listrik
Menurut Evy Haryadi, Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, konsumsi listrik di masa depan akan digerakkan oleh tiga faktor utama: pendingin ruangan (AC), ekspansi pusat data berbasis artificial intelligence (AI), serta adopsi kendaraan listrik (EV).
“Adopsi EV menjadi kunci untuk menjaga kesinambungan bisnis sekaligus menopang agenda transisi energi,” ungkap Evy dalam ajang Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025, Rabu 10 September 2025.
Tren ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong elektrifikasi sektor transportasi demi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Pertumbuhan populasi kendaraan listrik diyakini bakal memicu permintaan daya listrik yang signifikan, mulai dari kebutuhan charging station hingga ekosistem industri baterai.
BACA JUGA:Insentif Impor Dihentikan, Kemenperin Desak Produsen Mobil Listrik Segera Produksi Lokal
Tantangan Investasi Jumbo
Untuk mewujudkan target besar tersebut, PLN membutuhkan investasi sekitar Rp3.000 triliun dalam pengembangan pembangkit EBT.
Tantangan pendanaan ini menuntut kepercayaan tinggi dari investor.
Evy menegaskan, PLN telah berupaya memperbaiki profil risiko, yang kini turun dari 30,7 menjadi 27,4 atau kategori medium risk.
“Dengan perbaikan ini, peluang mendapatkan investor akan semakin terbuka,” katanya.