KPK Menangkap, Nahdliyin Berbenah

Selasa 16-09-2025,18:00 WIB
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*

KOMISI Pemberantasan Korupsi tengah didesak mengumumkan nama-nama pihak yang terlibat dalam kasus korupsi dana haji 2024. Sikap lamban lembaga antirasuah itu dinilai lebih besar mudharatnya daripada segera dan secepatnya menyebutkan para tersangka. 

Masyarakat Indonesia, khususnya warga Nahdliyin, berharap tidak ada tarik ulur dan main belakang antara KPK dan onkum yang korup. Hitungan detik dan menit begitu berharga bagi jamaah NU dalam berjuang menjawab segala pertanyaan tentang sejauh mana keterlibatan dalam korupsi. 

Mengulur-ulur waktu sama saja dengan memberikan panggung bagi orang-orang yang tidak mengenal NU sebagai jam'iyyah untuk mencibir, meremehkan, dan minimal mengkritik. Mereka menganggap KPK sedang bernegosiasi dengan NU sebagai institusi untuk menyelamatkan muka sebagian orang. 

Untuk itulah, publik umum, khususnya KPK, perlu tahu bahwa institusi NU bukan para pengurusnya, melainkan seluruh jama'ah Nahdliyin. Hal ini penting digarisbawahi, sehingga pelanggaran hukum yang dilakukan pengurus NU tidak berarti mengotori pula institusinya. 

BACA JUGA:Lima Alasan Kenapa Pendidikan Kedinasan tidak boleh dari Anggaran Kementerian Pendidikan

BACA JUGA:Sekolah Kedinasan, Ketidakpastian Anggaran Pendidikan dan Jawaban dari UIN Sunan Kalijaga

Namun, institusi bukan berarti ma'shum alias tidak tercemari. Itu mungkin saja terjadi apabila polemik keterlibatan oknum NU dalam dugaan korupsi berlarut-larut. Apalagi oknum yang dimaksud adalah mereka yang menempati posisi-posisi strategis yang memiliki otoritas mengambil keputusan institusional. 

Menyeret institusi NU bukan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh oknum-oknum bermasalah tersebut. Ada banyak bukti selama ini mereka menyalahgunakan wewenang, dan menyeret institusi NU ke jalan yang berlawanan dengan Khittah alias nilai-nilai dasar yang ditetapkan para muassis. 

Institusi NU yang dicontohkan para muassis selaras dengan amanah UUD 1945, yang menolak seluruh bentuk penjajahan di muka bumi. Namun, oknum-oknum NU yang kini sedang bermasalah dengan KPK telah menyeret institusi keluar dari amanah tersebut. 

Kasus kerja sama terbuka PBNU dan tokoh-tokoh maupun jaringan Zionis adalah bukti mutakhir bagaimana institusi NU diseret ke jalan yang salah. Ini karakter sebagian oknum yang bermasalah, yang membuka pintu peluang untuk kembali menyeret institusi NU dalam upaya-upaya penyelamatan diri dari dugaan korupsi. 

Kritik Kiai Marzuki Mustamar dan Tantangannya

Kiai Marzuki Mustamar, mantan ketua PWNU Jatim, menyebutkan skandal yang viral belakangan terkait oknum-oknum tertentu telah menempatkan institusi NU sebagai objek bullying, cibiran, dan olok-olok, bahkan distempel negatif. Beliau menyarankan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf meminta maaf kepada warga NU dan mengundurkan diri. 

Seruan brilian Kiai Marzuki Mustamar memang dibutuhkan namun akan menemui ganjalan besar ketika KPK masih mengulur-ulur waktu. Individu yang memiliki preferensi terlalu besar dan ambisius terhadap kekuasaan tidak akan mudah menyerah melepaskan jabatan di tangan. 

Oleh karenanya, warga NU yang tidak memiliki akses kuasa dalam berbuat banyak hanya mampu berteriak lantang. Sekeras apapun kritik warga NU tidak akan pernah didengar oleh orang yang bermasalah dan sedang berusaha menyelamatkan diri. Meminta Ketum PBNU untuk minta maaf dan mundur hanya pemanis kehidupan ini. 

Namun juga itu bukan berarti KPK sedang di atas angin. Oknum-oknum yang sedang diselidiki ini diduga bukan orang biasa, melainkan terkait simbol sentral jaringan Zionisme global. KPK tidak sedang berhadapan dengan elite nasional melainkan elit global.  Para Zionis global tidak akan tinggal diam melihat jejaringn mereka digoyang, apalagi kekuasaannya dipreteli. Ini bisa menjadi peringatan kepada KPK, dan terutama kepada warga NU yang berseberangan dengan representasi Zionis. 

Kategori :