Memasuki ketinggian 2.500 mdpl, tim disambut hutan lumut—pepohonan kecil yang seluruh permukaannya tertutup lumut tebal, menciptakan suasana magis dan mistis.
Di balik kerimbunan itu, terbentang Danau Tumutan Tujuh, danau seluas 4 hektar yang dipercaya sebagai sumber mata air tujuh sungai di kawasan Raja Mendara.
Perjalanan dilanjutkan ke Kawah Purba, cekungan alami di ketinggian 2.650 mdpl yang dipenuhi air berwarna hijau pucat. Kabut yang tak pernah pergi membuat tempat ini tampak seperti dunia lain.
Tanggal 16 Agustus 2025, setelah menempuh 12 hari pendakian berat, tim akhirnya tiba di puncak sejati Gunung Patah yang berada di ketinggian 2.853 mdpl.
Di tengah pepohonan dan tanah lembap, mereka menggelar upacara bendera sederhana untuk memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia.
Tanpa tiang resmi, Merah Putih dikibarkan dengan penuh khidmat, diiringi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama.
“Upacara ini jauh lebih sakral dari yang biasanya. Setelah 12 hari perjalanan, kita tetap sempatkan waktu untuk hormat pada tanah air,” kata Willy, salah satu anggota tim.
BACA JUGA:Pelaporan Roy Suryo oleh Dharmapala Nusantara Ditolak, Kuasa Hukum Ungkap Alasanya
Karena logistik menipis, tim memutuskan untuk tidak kembali melalui jalur awal, melainkan turun melalui jalur Kance Diwe di Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Meski jalur ini lebih “ramah”, tantangan tetap ada: jalur licin, medan tak menentu, dan tidak bertemu satu pun pendaki lain. Mereka keluar dari hutan tepat pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia.
"Kalau kami tetap pakai jalur awal, mungkin kami masih ada di hutan sampai sekarang," ujar Farrel, Koordinator Teknis Lapangan.
Dengan tema “Kenali Hutan, Jaga Kehidupan”, ekspedisi ini bukan hanya soal mencapai puncak.
BACA JUGA:Pernyataan Sikap Dharmapala Nusantara Atas Unggahan Meme Patung Budha Roy Suryo
Ini adalah perjalanan spiritual, kultural, dan ekologis, mengajarkan bahwa hutan bukan sekadar objek eksplorasi, tapi juga ruang kehidupan, warisan leluhur, dan sumber pembelajaran tanpa batas.
Gunung Patah, yang masih belum banyak dijamah publik, telah menjadi guru besar bagi Tim Satria Hutan Indonesia 2025, mengajarkan nilai penghormatan, keberanian, dan keberlanjutan.
“Jejak kami mungkin hilang ditelan hujan, tapi pelajaran dari Gunung Patah akan selalu membekas di hati kami,” tutup Aldes Alfarizi, Ketua Mapala UI