“Dengan melibatkan masyarakat lokal, program ini tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi anak, tapi juga membuka lapangan kerja dan memperkuat ekonomi daerah,” ujar Sitti.
Khusus untuk wilayah seperti DKI Jakarta yang memiliki keterbatasan lahan pertanian, pasokan bahan pangan sebagian besar akan didatangkan dari luar daerah. “Selama harga dan kualitasnya terjaga, hal itu tidak menjadi masalah,” tambahnya.
BACA JUGA:Berkaca dari Jepan, BGN Perketat Mutu MBG: Masak Pakai Air Galon
Kembangkan Urban Farming untuk Dukung Kemandirian Pangan
Terkait potensi pertanian perkotaan, BGN turut mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lahan terbatas melalui konsep urban farming atau vertical farming.
“Lahan sempit bukan halangan. Dengan inovasi pertanian perkotaan, masyarakat bisa memproduksi bahan pangan secara mandiri,” jelasnya.
Meski demikian, pelaksanaan urban farming bukan merupakan tanggung jawab langsung SPPG, melainkan dijalankan oleh kelompok masyarakat di sekitar lokasi program.
Bahkan BGN juga bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk membentuk kelompok tani lokal, sehingga hasil panen mereka dapat dimanfaatkan dalam penyediaan bahan baku program MBG di seluruh Indonesia.
Sekolah Elite yang Tidak Ikut Program Tidak Jadi Masalah
Menanggapi adanya sejumlah sekolah elite yang memilih untuk tidak berpartisipasi dalam program makan bergizi gratis, Sitti menegaskan bahwa hal tersebut bukan persoalan.
“Program ini pada dasarnya terbuka untuk semua anak. Namun, jika ada sekolah yang sudah memiliki sistem penyediaan makanan bergizi sendiri, tentu tidak ada paksaan,” imbuhnya.