Sakit Hati Jilid 2, Handoko Hendroyono Lahirkan Film Kopi, Aku, dan Bumi

Jumat 07-11-2025,17:21 WIB
Editor : Gunawan Sutanto

JAKARTA, DISWAY - Masih ingat film Filosofi Kopi? Film yang diangkat dari novel karya Dewi Lestari itu ternyata diangkat ke layar lebar karena "sakit hati" salah satu produsernya, Handoko Hendroyono.

Sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia kreatif, Handoko waktu itu gelisah, dunia Intellectual Property (IP) belum berkembang. Padahal sudah lama di banyak negara banyak brand sukses karena mereka berjualan IP-nya.

"Misalnya Star Wars, mereka itu kan tidak jualan filmnya, tapi IP-nya yang kemudian dijadikan untuk bisnis merchandise dan lainnya," kata Handoko saat menjadi pembicara Building a Creative Coffee Ecosystem di Jakarta International Coffee Conference (JICC), Jumat 7 November 2025. 

Berangkat dari itu lahirlah Filosofi Kopi pada 2015. Dari film itu lahir IP salah satunya Kopi Tiwus. Kopi yang ada dalam cerita Filosofi Kopi.

Nah, "sakit hati" itu ternyata belum selesai. Bahwa sejak hadirnya Filosofi Kopi, di Indonesia banyak pihak aware terhadap pentingnya membangun IP, namun ada keresahan lain yang dirasakan Handoko. Terutama terkait kopi. 

"Sakit hati" jilid dua itu terkait dengan tata kelola kopi. Bahwa dunia kopi di Indonesia berkembang pesat memang iya, namun secara tata kelola, banyak hal yang justru lewat dari perhatian banyak pihak.

"Ternyata banyak petani kopi kita itu tidak bangga lagi punya kebun kopi. Mereka minder dengan para petani sawit. Bahkan banyak petani kopi kita yang lebih tergoda ke tanaman cepat panen," katanya.

BACA JUGA:Dari Kopi untuk Negeri: Roemah Koffie dan Yayasan JHL Merah Putih Kasih Cetak Seribu Sarjana Pertanian

Hal tersebut lahir karena ketidakadilan antara industri, trader, dan petani. "Terjadi jeritan-jeritan petani yang tidak didengarkan. Terjadi ketersisian alam," terangnya.

Ia bahkan sedih ketika beberapa kali ke Australia tidak banyak ditemukan kopi asli Indonesia di sana. Bahkan, ia menyebut seorang pelaku industri kopi di tanah air menganggap ini sebagai kewajaran. Orang itu merasa tidak ada masalah karena kopi Indonesia saking enaknya di Australia banyak dijadikan house blend. Ketika menjadi house blend, akhirnya nama asal usul kopi itu hilang. 

"Padahal di sana (Melbourne) banyak kita dapatkan kopi Panama, Brasil, Kolombia dan lainnya," ujarnya.

BACA JUGA:Hadir di Jakarta Coffee Week 2025, Roemah Koffie Luncurkan Kopi Anak Daro, Angkat Warisan Budaya Minangkabau

Usut punya usut ternyata, kopi Indonesia sulit mendapatkan brandingnya sendiri di Australia karena 10 tahun lalu pemerintah setempat tidak mau menerima kopi dari nusantara karena faktor tidak konsisten. Kopi Indonesia yang dikirim ke Australia hanya bermain di ranah price. Bukan kualitas.

Menurut Handoko, tidak bisa Indonesia terus begitu. Sebab market telah berubah. Pasar Gen Z yang mulai mendominasi di perkopian sangat kritis. Mereka sangat mengedepankan isu soal keberlangsungan atau sustainability.

Bahkan banyak negara yang pemerintahnya sangat ketat terhadap fair trade. Etika perdagangan dan isu tentang lingkungan menjadi perhatian utama.

"Dari keresahan itulah timbul sakit hati yang kedua, dan bikinlah kami film terbaru soal kopi. Judulnya, Aku, Kopi, dan Bumi," kata penulis sejumlah buku branding itu.

BACA JUGA:Ngopi Bareng Mikael Jasin, Zulhas: Kopi Kita Harus Jadi Simbol Budaya Dunia

Dalam film itu, aktor utama dalam Filosofi Kopi, Chicco Jerikho kembali menjadi lakon. Apalagi Chicco selama ini merupakan brand ambassador pelestarian gajah. 

Ancaman kepunahan gajah dan bagaimana pohon kopi yang sebenarnya sangat ramah pada lingkugan diangkat dalam film itu. Film itu memang berkolaborasi dengan WWF. Jadilah sebuah film yang meracik pesan tentang harmoni antara kopi dan kelestarian bumi.

Menurut Handoko, kopi sebenarnya punya peran sangat strategis. Kopi bisa menjadi alat diplomasi. "Kopi itu harus bagus, harus enak sekaligus harus punya impact positif terhadap lingkungan," kata Handoko.

Film Aku, Kopi, dan Bumi belum resmi dirilis. Namun Filosofi Kopi telah membawa promosi film ini ke banyak acara. Termasuk di Jakarta International Coffee Conference yang berlangsung, 6-8 November 2025 di AA Maramis Building di Jakarta.(*) 

Kategori :