Marsinah dikenal aktivis buruh pabrik pada masa Orde Baru.
Sosoknya aktif menyuarakan hak-hak tuk para pekerja dan berani memperjuangkan ketidakadilan serta ketimpangan yang diterima oleh para buruh.
Bahkan, ia juga berani memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah dan tunjangan.
Aksinya itu yang diduga membuat aparat murka hingga kemudian Marsinah beserta buruh lain ditangkap.
Perjuangan Marsinah untuk Hak Buruh
Marsinah bekerja sebagai buruh di pabrik jam tangan Catur Putra Surya di Porong, Sidoarjo.
BACA JUGA:Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Megawati Disindir Gemar Simpan Luka Lama
Sosoknya sangat vokal dalam menuntut keadilan di tempat kerjanya.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timru Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji pokok sebesar 20 persen.
Namun, bagi pengusaha imbauan tersebut dianggap menambah beban pengeluaran perusahaan.
Perusahaan tidak mau menyepakati tuntutan buruh untuk menaikkan gaji pokok dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.
Negosiasi antara buruh dengan perusahaan mengalami kebuntuan.
Karyawan PT CPS pun memutuskan untuk menggela aksi unjuk rasa pada 3-4 Mei 1993 dengan membawa 12 tuntutan, mulai dari kenaikan upah20 persen hingga membubarkan organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di tingkat pabrik.
Aksi mogok hari pertama dipimpin oleh Yudo Prakoso. Namun, ia ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil 0816/04 Porong.
Mogok kerja di hari pertama pun tak mempan. Prakoso disibukkan dengan pemanggilan aparat militer.
Hingga akhirnya Marsinah yang memegang kendali memimpin protes para buruh.