Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 83 jo. Pasal 68 dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Selain itu, mereka juga disangkakan Pasal 51 jo. Pasal 35 Undang-Undang ITE jo. Pasal 56 KUHP, karena dengan sengaja memanipulasi dan mengubah dokumen elektronik agar tampak otentik
"Atas perbuatannya, para tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp15 miliar," kata Agung.
Sementara itu, Kepala BP3MI Banten Kombes Budi Novijanto menegaskan, kartu E-PMI merupakan bukti bahwa calon pekerja migran telah menjalani seluruh prosedur yang diatur undang-undang.
"Biasanya apabila mereka akan berangkat ke negara penempatan akan ditanyakan e-PMI tersebut oleh pihak maskapai pada saat check in dan oleh pihak Imigrasi saat akan melintas," ujar Budi.
BACA JUGA:Rapat Serius Jadi Cair, Ariel Noah Hibur Anggota DPR dengan Lagu Separuh Aku
Ia menambahkan, E-PMI adalah kartu wajib bagi setiap CPMI sebagai bukti legalitas keberangkatan.
"Jadi kalau mereka tidak memiliki e-PMI bisa dikatakan mereka tidak mengikuti aturan yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI (non prosedural)," imbuhnya.
Menurut Budi, kasus pemalsuan e-PMI bukan kali pertama terjadi. "Dari temuan di lapangan sudah ada dua kasus penggunaan E-PMI palsu," tutupnya.