Diceritakan oleh @ainayed, latar belakangnya berasal dari keluarga pas-pasan sejak kecil.
Ibunya bekerja sebagai buruh dengan upah tidak menentu, sedangkan sang ayang meninggalkan keluarganya dan tidak pernah kembali ke rumah.
Suatu hari, ibunya membantu orang panen waluh (labu kuning) dan diberi 2 buah waluh sebagai upahnya.
2. Menyimpan Waluh untuk Sumbangan
Namun, waluh tersebut tak langsung diolah oleh ibunya @ainayed dan disimpan selama 2 bulan.
Suatu hari, ibunya ingin memberikan waluh tersebut sebagai sumbangan pengajian di langgar (musala) setempat.
Labu yang telah disimpan selama 2 bulan tersebut diolah dengan cara dikukus. Ingin dikolak, namun tidak memiliki uang untuk membeli kelapa serta gula.
"Terus aku ingat makku ngomong, "Alhamdulillah punya waluh, bisa buat nyumbang takjil orang tadarus. Sedih, ndak pernah ngasih apa2 untuk orang ngaji."
"Iya, itu saking gak punya apa-apanya. Nyimpan waluh itu sekitar 2 bulanan demi bisa ngasih camilan anak-anak tadarus di langgar. Waluhnya diapain? Dikukus. Mau dikolak nggak punya uang buat beli kelapa dan gula." tulis @ainayed.
Ia mengenang sedikit, memang warga di sekitar rumahnya memang memiliki kebiasaan untuk berikan sumbangan ke masjid/musala untuk dimakan bersama jamaah yang melaksanakan pengajian.
BACA JUGA:MD Pictures Gelar Gala Premiere Film 'Si Paling Aktor', Kisahkan Perjuangan Figuran Mengejar Mimpi
3. Hari Pengajian Tiba
Usai menanti selama dua bulan, labu yang matang sudah siap diolah dengan cara dikukus.
Akhirnya, sang ibu menyuruh @ainayed untuk membawa waluh kukus tersebut untuk disumbangkan ke pengajian.
"Wadahnya nanti dibawa pulang ya, enteng kok gak ada isinya."
Makku senang, bangga, percaya diri waluhnya bakal habis dimakan anak-anak--karena ... siapa yang gak doyan waluh kukus? Enak, manis, empuk!