TPA Cipeucang Dibuka Lagi, Warga Menolak dan Minta Ditutup Permanen: Bau Menyengat dan Terancam Banjir

Selasa 23-12-2025,06:54 WIB
Reporter : Rafi Adhi Pratama
Editor : Fandi Permana

TANGSEL, DISWAY.ID - Aksi demonstrasi terjadi di tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan pada Senin, 22 Desember 2025 malam.

Warga menggelar aksi protes menuntut penutupan permanen fasilitas pembuangan sampah tersebut.

BACA JUGA:Pastikan Kenyamanan Liburan Nataru, Pertamina Siapkan 4 Layanan Utama

BACA JUGA:Kasus Mandek, Korban Investasi Bodong Rp362 Miliar Minta Proses Hukum 'Raja Voucher' Dilanjutkan!

Warga mengeluhkan kondisi TPA yang sudah kelebihan kapasitas dan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan serta kesehatan masyarakat.

Salah satu perwakilan demonstran yang tidak ingin menyebut identitasnya, mengatakan kondisi TPA Cipeucang saat ini sudah tidak lagi mampu menampung volume sampah yang masuk setiap hari. Akibatnya, dampak pencemaran mulai dirasakan secara langsung oleh warga sekitar.

"Bau menyengat, air jadi kotor, tanah tercemar. Sampah sudah hampir menimpa rumah warga, bahkan rumah keluarga saya sendiri. Karena itulah kami bergerak mendesak pemerintah agar sadar bahwa sampah harus dikelola, bukan sekadar ditimbun," katanya kepada awak media di lokasi, Senin malam 22 Desember 2025.

Menurut warga, TPA Cipeucang hanya memiliki kapasitas sekitar 400 ton sampah per hari. Namun, fakta di lapangan menunjukkan volume sampah yang masuk mencapai 800 hingga 1.000 ton per hari dari wilayah Serpong dan sekitarnya.

"Kondisi ini jelas tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Selain merusak lingkungan, dampaknya sangat besar terhadap kesehatan warga," ujarnya.

BACA JUGA:Di Balik Peran yang Dijalani Setiap Hari, Ibu-Ibu Mekaar Menguatkan Keluarga

Dalam aksinya, warga menyampaikan sejumlah tuntutan. Tuntutan utama adalah penutupan permanen TPA Cipeucang, disertai langkah darurat dari pemerintah untuk menangani sampah yang sudah terlanjur overload.

Warga meminta sampah dialihkan ke lokasi lain, penyediaan lahan baru, atau percepatan pembangunan sarana pengolahan sampah yang rencananya baru akan direalisasikan pada Januari 2026.

"Kondisi sekarang tidak mungkin menunggu. Curah hujan tinggi, potensi banjir makin besar, dan dampaknya langsung ke wilayah kami," terangnya.

Warga juga menyoroti persoalan kompensasi yang diberikan pemerintah sebesar Rp250 ribu per tahun per kepala keluarga.

Menurut mereka, nilai tersebut tidak sebanding dengan dampak yang harus ditanggung setiap hari.

Kategori :