Strategi Banting Harga ala Internet Rakyat Rp100 Ribu?

Kamis 25-12-2025,10:40 WIB
Reporter : Tim Lipsus
Editor : Khomsurijal W

Respons pasar terhadap Internet Rakyat tentu sangat positif. Rakyat senang. Tapi bagaimana dengan kompetitor? Indosat Ooredoo Hutchison, salah satu pemain terbesar di negeri ini, tampak sangat berhati-hati.

Tim jurnalis Bisik Disway mencoba menelusuri bagaimana raksasa ini melihat pergerakan PT Surge dan Orex SAI.

Pertanyaan sudah dilayangkan. Konfirmasi sudah diminta. Namun, jawaban yang keluar dari Corporate Communications (Corcom) Indosat, Ira, hanyalah sebuah imbauan untuk bersabar.

"Ditunggu dulu ya, (tanggapan) masih dalam proses," katanya singkat.

Kebungkaman ini menarik. Biasanya, korporasi besar punya tim respons cepat jika ada kebijakan baru. Apakah mereka sedang menghitung ulang skema bisnis layanan WiFi mereka? Ataukah mereka sedang menyiapkan "senjata" tandingan yang lebih mematikan? Diamnya raksasa seringkali lebih menakutkan daripada protes yang berisik.

Biaya Spektrum 400 Miliar: Mungkinkah Bisnis Rp100 Ribu Bertahan?

Di tengah keheningan operator, suara kritis datang dari pakar telekomunikasi, Kamilov Sagala. Ia tidak lantas silau dengan angka Rp100 ribu. Kamilov justru menyoroti dapur operasionalnya.

Menurutnya, program ini menghadapi tantangan yang sangat berat. Salah satunya adalah biaya spektrum frekuensi. Di Indonesia, frekuensi itu barang mahal. Tidak gratis. Kamilov menyebut angka kisaran Rp400 miliar per tahun yang harus dibayar ke negara untuk spektrum tersebut.

“Pengembalian investasinya jadi tantangan tidak mudah. Keberlanjutan operasionalnya tetap menjadi pertanyaan besar,” ujar Kamilov.

Ia curiga, tarif murah meriah ini hanyalah strategi promosi alias "bakar uang" di awal untuk memperkenalkan produk. Jika benar demikian, maka tarif Rp100 ribu itu bisa jadi punya masa kedaluwarsa. Padahal, rakyat butuh kepastian jangka panjang, bukan sekadar promo yang setelah setahun harganya melompat jadi tiga kali lipat.

BACA JUGA:Internet Rakyat Rp100 Ribu: Janji Kecepatan Langit, Tapi Sosialisasi Masih Seperti Angin

Kamilov mengakui, FWA adalah solusi bagus untuk wilayah yang belum terjangkau kabel fiber. Tapi, tanpa perhitungan bisnis yang matang, ia khawatir program ini hanya akan menjadi solusi sementara.

Memutus Rantai "Kaya Informasi" vs "Miskin Sinyal"

Dari kacamata sosiologis dan politik, program ini punya misi mulia. Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, melihat ada potensi besar untuk memperkecil jurang antara si kaya dan si miskin.

Selama ini, akses informasi adalah barang mewah.

  • Si Kaya: Mampu beli paket data mahal, akses informasi dari penjuru dunia tanpa hambatan.
  • Si Miskin: Paket data seadanya, informasi terbatas, kuota hanya cukup untuk WhatsApp-an, bukan untuk belajar atau riset mendalam.

"Internet rakyat diharapkan dapat meminimalkan gap antara rakyat kaya dan miskin dalam mengakses informasi," ujar Jamiluddin.

Kategori :