SINGAPURA, DISWAY.ID - Pandangan radikal dari pengkhotbah kontroversial Abdul Somad Batubara (UAS) dan para pendukungnya adalah produk dari dua tren kebangkitan generasi muda yang dinilai menyimpang dalam penggunaan media sosial akibat sekolah agama yang didanai Saudi.
Ilustrasi ini yang disampaikan Barry Desker seorang pengajar dari Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam yang sempat menjadi duta besar Singapura untuk Indonesia dari 1986 hingga 1993.
Keduanya berpandangan, perkembangan mencolok dalam masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah munculnya politik identitas.
BACA JUGA:Pernyataan UAS Dibalas Menteri Dalam Negeri Singapura, Ini Isi Vidio Penegasannya
Dalam konteks politik, Presiden Joko Widodo mendapat dukungan kuat di bagian-bagian abangan (Muslim sinkretis) yang padat penduduknya seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta di daerah-daerah dengan minoritas Kristen yang signifikan seperti Sumatera Utara, Sulawesi Utara
Termasuk wilayah Indonesia bagian timur serta yang didominasi Hindu seperti di Bali. Sementara daerah yang didominasi santri, termasuk Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan dan Tengah, terus menjadi lahan subur bagi para pengkritiknya.
Melek komputer yang luas di kalangan generasi muda Indonesia telah memberi para aktivis dan pengkhotbah Muslim mampu mengembangkan platform yang dapat dinikmati masyarakan di Indonesai bahkan Asia Tenggara.
Pesan-pesan para mubaligh ini tersampaikan secara efektif melalui media sosial melalui akun YouTube, Twitter, Facebook dan Instagram mereka serta pesan terenkripsi di saluran Telegram.
BACA JUGA:UAS Terancam Diciduk Densus 88? Husin Shihab Sindir Keras Ustaz Radikal
Meningkatnya kehadiran lulusan Timur Tengah, meningkatnya religiusitas di kalangan anak muda perkotaan Indonesia, dan penggunaan media sosial perlahan mengubah lanskap Islam di tanah air.
Pandangan Dunia Ekstremis
Realitas ini melatarbelakangi protes dan demonstrasi di Medan dan Jakarta setelah pendakwah Indonesia Abdul Somad Batubara ditolak masuk ke Singapura bersama 6 orang lainnya pada 16 Mei.
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengutip catatannya tentang ajaran “ekstremis dan segregasionis” yang tidak dapat diterima dalam masyarakat multiras dan multiagama Singapura.
Abdul Somad telah berkhotbah bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi syahid.
Dia juga membuat komentar tentang kepercayaan agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal jin kafir (roh/setan). Setiap Muslim yang meninggal di rumah sakit dengan salib akan dikirim ke neraka.