JAKARTA, DISWAY.ID – Permasalahan tunjangan negara bagi wartawan yang memiliki sertifikat kompetensi kembali muncul ketika ada berita di sebuah media yang memberitakannya setelah pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Sumsel di Palembang, 29 Juni 2022 lalu.
Hal tersebut memunculkan pro kontra sampai PWI Pusat mengeluarkan rilis yang intinya menolak usulan terkait tunjangan bagi wartawan.
Pembicaraan soal tunjangan ini sempat terlontar dalam diskusi yang diadakan Bappenas tahun 2021 lalu.
Tunjangan tersebut dalam konteks tanggungjawab negara untuk meningkatkan kualitas pers di Tanah Air sebagaimana disampaikan oleh Direktur Politik dan Komunikasi, Wariki Sutikno.
Tetapi seketika hadirin zoom, umumnya wartawan atau pengurus organisasi wartawan terbelah menjadi dua kubu.
Salah satu kubu menolak perihal tunjangan tersebut, karena itu dianggap sebagai intervensi pemerintah yang akan mengganggu independensi wartawan.
Tunjangan dianggap sebagai suap sehingga wartawan akan kehilangan daya kritis, kehilangan ketajaman kontrol atas penyelenggaraan negara.
BACA JUGA:Keagungan Bulan Zulhijah, Buya Yahya: Pahala Kebaikannya Melebihi Jihad dan Pergi Haji
Wartawan akan dininabobokkan dan gampang disetir oleh pemerintah dan akan mudah diatur sesuai kehendak penguasa.
Sementara pihak kubu lainya mengatakan, idenya menarik karena itu artinya negara memperhatikan kualitas wartawan sebagai pihak yang mengisi wacana dan ruang public.
Hal ini akan berdampak jika wartawannya berkualitas karya jurnalistiknya juga bermutu, sesuai kode etik jurnalistik.
Karena yang memberi adalah negara itu bukan suap, itu adalah wujud dari tanggungjawab peningkatan kompetensi semua profesi bagi seluruh anak bangsa.
Ide dari Wariki Sutikno itu sebenarnya bermula dari adanya pembiayaan negara kepada partai politik yang sudah berlangsung lama.
BACA JUGA:Jangan Harap Bisa Gunakan Fasilitas Umum Jika Belum Booster, Wiku Adisasmito Ungkap Alasannya