SULSEL, DISWAY.ID-Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) ramai disorot karena dugaan penyelewengan donasi umat. ACT telah mengakui kesalahannya.
Atas penyalahgunaan dana masyarakat, izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Yayasan ACT dicabut oleh Kemensos. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga bertindak. Sebanyak 60 rekening ACT dibekukan. Hal ini tentu berimbas pada kegiatan ACT di sejumlah daerah.
Di Sulsel, kegiatan ACT pun terhenti. Sementara atau permanen, masih menunggu kebijakan lanjutan. Soal informasi, mereka satu suara menyerahkannya kepada pusat.
Kepala Cabang ACT Sulsel Maskur Muhammad mengaku tak dapat berbicara banyak. Pihaknya hanya mengikut keputusan ACT pusat.
BACA JUGA:Belum Ada Tersangka dan Unsur Pidana, Kenapa Izin ACT Dicabut?
“Tadi (kemarin) sudah konferensi pers di sana (pusat). Jadi kami hanya mengikuti saja, tidak ada arahan lain,” ucapnya, kemarin.
Disinggung soal keputusan pemerintah untuk mencabut izin ACT, ia juga menuturkan hanya mengikut pada petunjuk ACT pusat.
“Kita ikut keputusan pemerintah pusat. Dan itu, kan, masih proses, jadi kita juga tunggu bagaimana kelanjutannya,” sebutnya.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan pemblokiran dilakukan ke seluruh rekening ACT yang tersebar di 33 Bank.
Menurut Ivan, hal itu bertujuan agar tidak ada lagi dana masuk atau keluar dari rekening ACT tersebut. "PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi, sudah kami hentikan," kata Ivan dalam jumpa pers di kantornya, Rabu 6 Juli 2022.
Ivan mengatakan, pihaknya menemukan fakta bahwa dana-dana yang masuk dari masyarakat ke rekening ACT tidak langsung disalurkan untuk sumbangan. Dana tersebut ternyata dikelola secara bisnis untuk menghasilkan keuntungan pribadi.
"Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, sehingga tidak murni menghimpun dana, kemudian disalurkan kepada tujuan. Namun, dikelola dahulu, sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," jelasnya.
Ivan menyebut ACT terbukti melakukan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp 30 miliar.
Hasil penelusuran PPATK menemukan bahwa perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT. Akan tetapi, Ivan tidak mengungkap sosok pendiri lembaga filantropi yang dimaksud.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp 30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," ujar Ivan. (Fajar/cr3/jpnn)