Persoalan berikutnya adalah tidak optimalnya proses autopsi ulang yang dilakukan karena jenazah telah mengalami pembusukan dan faktor tindakan yang telah dilakukan pada autopsi sebelumnya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan Mediasi Kesehatan Rakyat menilai pada jenazah yang telah mengalami pembusukan, bukti-bukti yang terdapat pada jenazah akan semakin kabur.
Idealnya, semua prosedur dalam bongkar makam memang harus dilakukan sesegera mungkin sehingga bukti-bukti masih dapat ditemukan.
BACA JUGA:Bocor Jelang Otopsi Ulang, Ternyata Brigadir J Ditembak dari Jarak dan Waktu yang Berbeda
Sebagaimana diketahui autopsi atau bedah mayat dilakukan dengan membuka semua rongga mulai dari kepala, leher, dada dan perut serta melakukan pemeriksaan organ-organ untuk mengetahui adanya kelainan akibat kekerasan maupun penyakit.
Bila diperlukan dapat dilakukan pengambilan sampel isi lambung, darah, urin maupun sebagian jaringan untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi atau histopatologi.
Berbeda dengan autopsi klinis, autopsi forensik dilakukan pada kasus kematian yang mencurigakan, disertai kekerasan, atau tidak diketahui penyebabnya.
Autopsi Forensik dilakukan setelah ada permintaan dari Penyidik yang berwenang sesuai dengan Pasal 133 KUHAP:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Ekshumasi merupakan tindakan penggalian kembali jenazah yang telah dikubur. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk kepentingan peradilan dalam upaya pembuktian suatu kasus dengan mengidentifikasi jenazah guna memastikan penyebab kematian.
Dasar hukum penggalian mayat adalah Pasal 135 KUHAP yang menyatakan ‘Dalam hal Penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1).
“Kasus ini akan menjadi pembelajaran. Semoga penegakan hukum di negeri tercinta ini menjadi lebih baik dengan prosedur yang benar, imparsial , independen dan transparan,” tutup YLBH-MKR.