JAKARTA, DISWAY. ID - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri untuk dimintai keterangan terkait uji balistik, Jumat, 5 Agustus 2022.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menjelaskan bahwa penyelidikan uji balistik ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan senjata maupun peluru yang dipakai saat kasus penembakan pada 8 Juli 2022.
"Misalnya begini senjata tersebut, registernya atas nama siapa, terus kemudian pelurunya apakah ada yang pecah atau tidak, kalau ada yang pecah itu apakah kemudian identik dengan ketemu tidak pecahannya dengan yang lain bagian peluru yang lain," jelas Beka saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jumat, 5 Agustus 2022.
BACA JUGA:Kapolri Kantongi Identitas Pengambil CCTV di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Sudah Diperiksa Penyidik
Tidak hanya itu, terkait agenda penyelidikan hari ini, tidak menutup kemungkinan bahwa pihak Komnas HAM juga akan melakukan penyelidikan lanjutan terkait digital forensik dari kepolisian.
"Jadi hari ini kami kan kemarin sudah mengagendakan begitu kalau mereka datang dengan tim cyber juga kita akan agendakan juga, Jadi kami menunggu kedatangan semua tim yang datang dari kepolisian kalau memang mereka datang bukan hanya balistik dan juga siber kami juga akan minta keterangan sekalian," ujarnya kepada media.
Meskipun begitu, dirinya belum bisa menjelaskan secara rinci terkait siapa saja yang datang dan jumlah tim puslabfor yang datang.
"Kami belum dapat keterangan berapa orang tapi yang jelas mereka sudah konfirmasi bahwa pagi ini akan datang ke Komnas HAM," kata dia.
BACA JUGA:Rendah Hati, Sadio Mane Tak Anggap Dirinya Pemain Bintang: Masih Harus Banyak Belajar..
Diketahui, penyelidikan terhadap tim Puslabfor terkait uji balistik ini merupakan salah satu rangkaian penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM.
Penyelidikan terkait uji balistik ini merupakan hal yang penting mengingat saat tragedi tersebut Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas karena terkena tembakan dari rekannya yakni Bharada E.
Pihak kepolisian menjelaskan saat penempakan tersebut, Bharada E menggunakan pistol Glock 17 yang mana pistol tersebut hanya bisa dimiliki oleh personal polri yang telah memiliki jabatan perwira.
Sedangkan Bharada E yang merupakan seorang Bhayangkara, hanya diperbolehkan menggunakan senjata laras panjang dan sangkur.
Atas kejadian itu, Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dan dikenakan pasal 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP.