Penetapan harga jual di SPBU saat ini merupakan kebijakan badan usaha yang dilaporkan ke Menteri cq Dirjen Migas.
“Sehingga tidak benar pemerintah meminta badan usaha untuk menaikkan harga,” kata Tutuka.
Mengenyampingkan klaim yang disampaikan Tutuka, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan memiliki penilaian tersendiri dengan fenomena banderol yang ditawarkan badan usaha PT Vivo Energy Indonesia.
Antrean panjang di SPBU Vivo, Serpong, Tangerang Selatan.-Ist-
Dilansir dalam Catatan Dahlan Iskan di Disway.id, pria yang sempat merasakan panasnya kursi Direktur Utama PLN pada 23 Desember 2009 itu cukup kaget dengan keberadaan satu SPBU Vivo.
“SPBU ini peka terhadap isu hemat seperti itu,” tulis Dahlan, Senin 5 September 2022.
Di saat Pertamina menaikkan harga BBM, sambing Dahlan, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya.
SPBU Vivo berada di di Jakarta Selatan. Baru satu itu. Milik asing. Milik perusahaan Swiss. Bekerja sama dengan perusahaan Inggris.
“Vivo memang lambat berkembang di Indonesia. Dua tahun lalu Vivo sudah bikin kejutan yang sama,” lanjut Dahlan.
Ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya. Setelah itu Vivo justru tutup. Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya.
Setelah izin itu beres Vivo buka lagi. Baru satu di Jakarta Selatan itu.
“Dan kini Vivo bikin kejutan pula. Harga Revo 89, produk Vivo yang setara dengan Pertalite, justru turun jadi Rp 8.900. Padahal Pertalite-nya Pertamina naik menjadi Rp 10.000/liter,” tulisnya.
SPBU Vivo di kawasang Warung Buncit, Jakarta Selatan-Bambang Dwi Atmodjo-
Bagi Dahlan ini sesuatu yang bikin heboh. Vivo berani memberikan harga murah. Minimal berbanding terbalik dengan apa yang ditetapkan pemerintah.
Kecenderungan Vivo menyasar pada kelompok masyarakat miskin terlihat dari bandrol harga yang diberikan.
Mengapa demikian? Rupanya, sambung Dahlan, induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin.