Yang menarik dari kepercayaan kelompok tersebut bahwa mereka tidak benar-benar percaya kepada setan. Bahkan, mereka mengklaim tak semua pemuja Setan merupakan penyembah Setan.
Salah satu pendiri TST, Malcolm Jarry (bukan nama asli), mengaku kepada The New York Times bahwa ia sejatinya tak percaya kepada setan.
Namun, sedari dulu ia kerap membayangkan betapa efektif penyampaian pesan jika menggunakan organisasi berbau setan.
Tak hanya TST, sejumlah kelompok pemuja setan ternama lainnya seperti Gereja Setan (Church of Satan) juga mengklaim tidak menyembah setan. Mereka bahkan mengklaim tidak mempercayai kalau setan atau iblis itu ada.
Dalam situs webnya, Gereja Setan menuliskan bahwa setan bagi mereka merupakan "Simbol martabat, kebebasan, dan individualisme."
Setan disebut berfungsi sebagai "proyeksi metaforis eksternal dari potensi pribadi tertinggi" mereka.
"Kami tidak percaya pada Setan sebagai makhluk atau pribadi," tulis Gereja Setan seperti dikutip CNN.
BACA JUGA:Buruan! Ada Lowongan Kerja di PT Angkasa Pura Solusi Bagi Kamu Lulusan SMA/SMK, Simak Kualifikasinya
Mereka menempatkan individu sebagai pusat alam semesta yang digambarkan oleh pendeta Peter Gilmore dari "a-theist" menjadi "I-theist".
Gereja yang didirikan pada 1960-an itu juga menjelaskan bahwa memuja setan artinya memuja sesuatu yang rasional yang selama ini dihilangkan dari paham supranatural dan takhayul "berbasis tradisi kuno".
Profil TST
Kuil Setan atau The Satanic Temple adalah kelompok agama dan hak asasi manusia nonteistik yang berbasis di Amerika Serikat. TST mempunyai cabang tambahan di Kanada, Australia, dan Britania Raya.
Kelompok ini menggunakan citra setan untuk mempromosikan egalitarianisme, keadilan sosial, dan pemisahan gereja dan negara, mendukung misi mereka adalah mendorong kebajikan dan empati di antara semua orang.
Kelompok ini didirikan oleh Lucien Greaves, juru bicara organisasi, dan Malcolm Jarry. Kuil Setan telah menggunakan satir, tipuan teatrikal, humor, dan tindakan hukum dalam kampanye publik mereka untuk menarik perhatian dan mendorong orang untuk mengevaluasi kembali ketakutan dan persepsi, serta untuk menyoroti kemunafikan agama dan pelanggaran dalam kebebasan beragama.
BACA JUGA:Tesla Turun Harga Nyaris 200 Juta Rupiah, Elon Musk Tabuh Genderang 'Perang Harga'