Salah satu sasaran reformasi birokrasi adalah dapat melakukan pelayanan publik, pemanfaatan teknologi, dan dokumentasi di era modern, termasuk penyelenggaraan pemerintah. Sehingga terdapat kewajiban bagi penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan pelayanan khusus kepada kelompok rentan dalam bentuk akses, akomodasi yang layak, unit kerja pelayanan khusus, pengawasan dan pembinaan, persamaan hak, dan perlindungan hukum.
Penyelenggara juga wajib menggunakan sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan berbagai teknologi maju lainnya dalam menyelenggarakan pelayanan publik, dengan tetap menjamin aksesibilitas bagi masyarakat yang terkendala dalam menggunakan teknologi.
Selain itu, penyelenggara wajib menciptakan inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kinerja pelayanan publik, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Senada dengan pemaparan tersebut, Analis Kebijakan Madya Kemenpan RB Aris Samson menyampaikan bahwa perubahan UU pelayanan publik merupakan hal yang mendesak untuk segara dilakukan. Inisiatif bersama untuk menyusun perubahan tersebut datang dari Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah.
BACA JUGA:Motif Sambo
“Substansi RUU akan diperkuat dari berbagai aspek, agar dapat mewujudkan pelayanan yang diharapkan masyarakat,” ujarnya.
Terkait penilaian penyelenggaraan pelayanan publik, Asisten Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Maulana Putra menjelaskan, penilaian merupakan salah satu upaya pencegahan maladministrasi dengan menilai kondisi penyelenggaraan pelayanan publik secara komprehensif.
Dalam hal ini, Ombudsman merupakan pengawas eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sesuai Pasal 35 UU Nomor 25 Tahun 2009.
“Dimensi dan variabel yang dinilai atas penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kompetensi penyelenggara dan sarana prasarana, standar pelayanan, persepsi maladministrasi, serta pengelolaan pengaduan,” jelasnya.