Heri Koswara melanjutkan, pada Pemilu 2024 Kota Bekasi yang jatuh pada bulan November, diharapkan kelak mendapatkan pemimpin yang tidak lagi berakhir di gedung KPK.
Seperti diketahui, era 2 kepemimpinan Wali Kota Bekasi, keduanya berakhir sebagai terdakwa korupsi.
Dimulai dari pasangan Wali Kota Mochtar Mohammad (Politikus PDIP) - Wakil Walikota Rahmat Effendi (politikus Golkar) periode 2008-2012.
Mochtar Mohammad kemudian ditangkap KPK pada Maret 2012 di Bali. Mochtar Mohammad terbukti secara sah melakukan korupsi Rp 5, 5 Miliar dari perkara Suap Adipura 2010, penyalahgunaan APBD Kota Bekasi, Suap BPK dan penyalahgunaan Makan minum.
BACA JUGA:Kuliner Kota Bekasi yang Wajib Dicobain, Kental Sentuhan Budaya Betawi dan Sunda
Pasca tertangkapnya Mochtar Mohammad, wakilnya Rahmat Effendi naik menjadi Wali Kota Definitif pada 3 Mei 2012. Jabatan Wali Kota Definitif melekat hingga 10 Maret 2013.
Rahmat Effendi atau biasa disapa Pepen bersama dengan Ahmad Syaikhu, berhasil memenangkan Pilkada 2013.
Pada Pilkada 2018, Pepen maju dan menang bersama dengan mantan ASN, Tri Adhianto Tjahyono (dari partai PDIP).
Namun sebelum habis masa jabatan bersama Tri Adhianto, Rahmaet Effendi diciduk KPK pada 5 Januari 2022.
Rahmat Effendi didakwa terima suap Rp 10 Miliar dari persengkokolan pengadaan lahan di Keluarhan Sepanjang Jaya untuk pembangunan polder air.
Rahmat Effendi juga didakwa menerima uang Rp 7,1 miliar jual beli jabatan pejabat dan ASN di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
Rahmat Effendi tidak ditangkap sendiri, dia menjadi terdakwa perkara tersebut bersama Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi M. Bunyamin, Lurah Jati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi.