JAKARTA, DISWAY.ID-- Idul Fitri tahun ini terjadi 2 keyakinan dalam penentuan 1 Syawal 1444H antara Muhammadiyah dan Pemerintah.
Adanya perbedaan keyakinan tersebut terbesit cerita menarik dari KH M Hasyim Asy’ari yang dilansir dari laman NU Online.
BACA JUGA:Sopir Fortuner yang Masuk Rel Kereta Resmi Tersangka, KAI Ungkap Kerugiannya
Di lingkungan pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU), banyak sekali ahli ilmu falak (astronomi). Memang seorang kiai tidak hanya menguasai satu ilmu, tapi lebih kayak disebut generalis.
Tidak sedikit ulama yang ahli ketabiban, falak, dan kanuragan, bahkan itu menjadi tradisi ulama pesantren.
KH Maksum Ali, Seblak Jombang, seorang ahli falak yang juga menulis kitab tentang falak. Sudah menjadi kelaziman bagi ahli falak untuk melakukan puasa dan lebaran sesuai hasil hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (observasi/melihat hilal)-nya sendiri.
BACA JUGA:Dewa 19 Bakal Tampil di Borobudur Magelang Pekan Depan
Pada suatu hari sesuai dengan hasil perhitungannya, Kiai Maksum Ali memutuskan untuk ber-Idul Fitri sendiri yang ditandai dengan menabuh bedug bertalu-talu.
Mendengar keriuhan itu, sang mertua, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari kaget. Setelah tahu duduk perkaranya, ia menegur.
"Hei, bagaimana kau ini, belum saatnya lebaran kok bedug-an duluan?” tegur KH M Hasyim Asy’ari.
Mendapat teguran dari mertuanya itu, Kiai Maksum segera menjawab dengan tawadlu (hormat),
BACA JUGA:Lokasi 6 Parkiran Shalat Ied di Balai Kota, Berikut Titik yang Disediakan Dishub DKI Jakarta
“Ya, Kiai, saya melaksanakan Idul Fitri sesuai dengan hasil hisab yang saya yakini ketepatannya,” jawab Maksum Ali.
“Soal keyakinan, ya keyakinan, itu boleh dilaksanakan. Tetapi jangan woro-woro (diumumkan dalam bentuk tabuh bedug) mengajak tetangga segala,” gugat Mbah Hasyim, pendiri NU tersebut.
“Tetapi bukankah pengetahuan ini harus di-ikhbar-kan (diwartakan), Romo?” tanya Kiai Maksum.