Namun, terduga pelaku justru mengancam mahasiswa tersebut.
BACA JUGA:PO Kencana Resmi Operasi Kembali, Rute Jabotabek dan Jawa Tengah Jadi Andalan
"Apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak, maka korban akan di-drop out (DO)," katanya menirukan ancaman pihak kampus.
Masih dari hasil penyidikan, Djuhandani menjelaskan, pihak politeknik tidak memiliki izin proses pemagangan di luar negeri, tidak memiliki kurikulum pemagangan di luar negeri, dan juga menjalin kerja sama dengan perusahaan Jepang tanpa diketahui oleh KBRI.
Djuhandi juga mengatakan pihak kampus telah mendapatkan keuntungan dana kontribusi dari para mahasiswa magang, serta mendapatkan keuntungan bahwa dua program studi di kampus ini mendapat akreditasi dari B ke A.
Kini, polisi terus mendalami kasus dugaan mahasiswa magang dijadikan buruh di Jepang ini terkait dugaan adanya keterlibatan pihak lain.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto mengatakan, kasus dugaan TPPO mahasiswa magang ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia.
“Kasus-kasus dengan modus dan pola seperti ini sudah banyak terjadi, tidak hanya yang di Sumbar, tapi juga dulu pernah terjadi di Malang, Yogyakarta, dan wilayah lain,” kata Hariyanto kepada wartawan.
Hariyanto mengatakan, dugaan praktik TPPO dalam pemagangan muncul salah satunya disebabkan oleh tawaran gaji yang besar dari luar negeri di tengah sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri.
“Sehingga banyak yang tergiur untuk magang padahal melalui proses yang non-prosedural,” katanya.
Pengawasan yang lemah juga disebutnya sebagai faktor lainnya.
SBMI setidaknya telah menerima laporan lebih dari 30 orang yang menjadi korban praktik lowongan kerja non-prosedural ke luar negeri di sepanjang tahun 2023.